Cari Blog Ini

Rabu, 17 Februari 2016

Iman dan Pertobatan

Iman dan Pertobatan

A)  Beberapa hal yang penting tentang ‘iman yang menyelamatkan’ (saving faith).

1)  Iman adalah kepercayaan yang didasarkan pada Firman Tuhan / janji Tuhan (Kej 15:6  Ro 10:17).

Jadi, orang yang beriman adalah orang yang percaya pada apa yang Alkitab katakan tentang Kristus, seperti:

·        Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.

·        Yesus mati disalib untuk menebus dosa manusia.

·        Yesus bangkit dari antara orang mati.

·        Yesus naik ke surga dan akan datang kembali sebagai Hakim.

·        Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga (Yoh 14:6  Kis 4:12  1Yoh 5:1-12).

Saudara mungkin sudah tahu / mengerti tentang hal-hal ini, tetapi sudahkah saudara mempercayainya?

2)  Iman yang menyelamatkan (saving faith) mempunyai Yesus Kristus sebagai obyek.

Jadi, orang yang beriman bukan sekedar percaya apa yang Kitab Suci katakan tentang Kristus, tetapi juga harus percaya kepada Kristus. Saudara mungkin sudah percaya tentang Kristus, tetapi sudahkan saudara percaya kepada Kristus?

3)  Penekanan dari iman yang menyelamatkan (saving faith) adalah kepercayaan kepada Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa.

Jaman sekarang banyak orang percaya kepada Yesus hanya sebagai dokter, pelaku mujijat, penyembuh, pemberi berkat, penolong dalam kesukaran, dsb, tetapi tidak kepada Yesus sebagai Juruselamat / Penebus. Ini bukan iman yang menyelamatkan!

Perlu saudara ingat bahwa malaikat menyuruh Yusuf memberi nama ‘Yesus’ kepada anak yang akan dilahirkan Maria, karena ‘Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka’ (Mat 1:21). Jadi, Yesus harus ditekankan sebagai Juruselamat / Penebus dosa!

Disamping itu, dalam 1Kor 15:19 Paulus berkata: “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.

Kalau saudara hanya percaya kepada Yesus sebagai dokter, pelaku mujijat, penyembuh, pemberi berkat, penolong dalam kesukaran, dsb, jelas bahwa saudara hanya berharap kepada Kristus untuk hidup ini saja! Dengan demikian, maka menurut Paulus / Firman Tuhan, saudara adalah orang yang paling malang dari segala manusia! Memang dalam hidup kita sekarang ini, kita juga berharap kepada Kristus, tetapi kita terutama harus berharap kepadaNya untuk hidup yang akan datang. Kalau kita mempercayai Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa kita, maka kita yakin bahwa pada waktu kita mati, kita tidak akan masuk neraka / dihukum (bdk. Ro 8:1), tetapi akan masuk ke surga. Jadi, ‘kepercayaan kepada Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa’ sangat berhubungan dengan ‘pengharapan kepada Kristus untuk hidup yang akan datang’.

4)       Iman yang benar harus mencakup:

a)  Pikiran.

Ini berarti bahwa:

·        Orangnya harus mempunyai pengetahuan / pengertian yang benar tentang dasar kekristenan (Ro 10:13-14,17  Mat 13:23). Ingat bahwa orangnya tidak harus mengerti tentang doktrin / hal yang sukar, seperti doktrin Allah Tritunggal dsb, tetapi ia harus mengerti tentang dasar kekristenan, yaitu Injil. Misalnya:

*        bahwa ia adalah orang berdosa yang seharusnya masuk neraka.

*        bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan lalu mati disalib menebus dosanya.

*        bahwa ia diselamatkan karena jasa penebusan Kristus yang ia terima melalui iman, bukan karena ia berbuat baik.

·        Otak orang itu harus percaya / bisa menerima pada apa yang diketahui / dimengerti. Ini merupakan persetujuan intelektual / logika.

b)  Emosi / perasaan.

Tidak cukup hanya mengerti dan percaya secara inte­lektual saja. Perasaan juga harus terlibat. Misalnya:

·        adanya perasaan sedih karena dosa / menyakiti hati Tuhan.

·        merasakan kasih Allah.

·        yakin akan penebusan Kristus.

·        merasa sukacita karena penebusan Kristus, dsb.

Kontras dengan ini adalah sikap acuh tak acuh terhadap dosa, Kitab Suci / kebenaran, surga / neraka, dan bahkan terhadap Tuhan sendiri. Juga keragu-raguan akan penebusan Kristus, dan keragu-raguan akan keselamatannya sendiri.

c)  Kemauan / kehendak.

Sekalipun pikiran sudah mengerti dan percaya, dan perasaan sudah terlibat, tetapi kalau kehendak kita tidak terlibat, dalam arti kita tidak mau ikut Kristus, kita bukan orang kristen (bandingkan dengan pemuda kaya dalam Mat 19:21-22).

Dalam Luk 15:17-20, pertobatan anak bungsu mengandung 3 elemen tersebut di atas.

5)  Iman yang benar juga tidak akan mempunyai serep kepercayaan / agama lain.

Tuhan tidak pernah menyenangi syncretisme (penggabungan 2 agama atau lebih). Ini terlihat misalnya dalam 1Raja 18:21  Yosua 24:14-15  Kel 20:3-5.

Dalam persoalan keselamatan, kalau saudara berkata bahwa saudara percaya kepada Kristus, tetapi saudara masih tetap mempercayai kepercayaan / agama lain, maka itu berarti bahwa iman saudara kepada Kristus itu sebetulnya tidak ada.

Illustrasi: Kalau saudara membawa ban serep dalam mobil saudara itu berarti bahwa saudara tidak percaya kepada ban mobil saudara, dalam arti saudara menganggap ban bisa gembos, sehingga perlu ban serep. Kalau saudara naik kereta api, tentu tidak akan membawa ban serep, karena percaya bahwa ban tidak bisa gembos. Demikian juga kalau saudara betul-betul percaya kepada Kristus tentang keselamatan saudara, maka saudara akan membuang semua kepercayaan / agama lain. Ini termasuk kebatinan, kepercayaan kepada Maria, jimat / berhala, dan semua agama lain.

6)  Iman yang sejati / sungguh-sungguh harus diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup (Yak 2:17,26).

Mengapa demikian? Karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Yoh 7:38-39  Ef 1:13-14), dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu (Gal 5:22-23).

Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.

Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.

Illustrasi:

sakit ® obat ® sembuh ® olah raga / bekerja

dosa ® iman ® selamat ® taat / berbuat baik

Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.

Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.

Juga kalau kita melihat pada garis waktu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya perbuatan baik, yang menyebabkan kita diselamatkan.






-----------------------------------------------------------------------------------------
 tak ada perbuatan baik                             ada perbuatan baik
       (total depravity)





                                         selamat

Luk 19:9 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.”.

B)  Hal-hal yang akan diterima oleh orang-orang yang mempunyai iman yang sejati:

1)       Pengampunan dosa.

Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya”.

Semua dosa-dosa pada masa yang lalu diampuni (termasuk dosa asal), dan di samping itu, tersedia pengampunan untuk dosa-dosa yang akan datang.

Orang kristen memang tidak mungkin hidup suci (1Yoh 1:8,10). 1Yoh 3:9 tak berarti bahwa orang kristen tidak bisa hidup tanpa dosa. Yang dimaksud dalam 1Yoh 3:9 adalah bahwa orang kristen tidak mungkin hidup dalam dosa terus-menerus. Ini terlihat dari terjemahan versi NIV di bawah ini.

1Yoh 3:9 (NIV) - “No one who is born of God will con­tinue to sin, because God’s seed remains in him; he can not go on sinning” (= Tidak seorangpun yang dilahirkan Allah akan terus-menerus berbuat dosa, karena benih Allah tinggal dalam dia; ia tidak bisa terus berbuat dosa).

Kalau orang kristen jatuh ke dalam dosa, ia hanya perlu mengaku dosanya kepada Allah dan dosanya akan diampuni (1Yoh 1:9). Tetapi, ia harus mengakui dengan hati yang betul-betul menyesal / bertobat (Maz 51:19).

Ia tidak perlu mengundang Kristus masuk ke dalam hatinya lagi! Sekali Kristus / Roh Kudus masuk ke dalam hatinya / hidupnya, Ia tidak akan keluar lagi (Yoh 14:16  Ibr 13:5).

2)       Pembenaran / justification.

Ro 5:1 - “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita Yesus Kristus”.

Ro 5:18-19 - “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.

Yang dimaksud dengan ‘satu perbuatan kebenaran’ atau ‘ketaatan satu orang’ adalah kebenaran / ketaatan Yesus Kristus.

Dalam dunia hanya ada 2 golongan manusia:

a)  Orang-orang yang ada ‘di dalam Adam’.

Semua manusia ada ‘di dalam Adam’ sejak lahir. Dan semua  yang ada di dalam Adam ini dianggap najis / berdosa oleh Allah.

b)  Orang-orang yang ada ‘di dalam Kristus’.

Kalau seseorang yang ada ‘di dalam Adam’ lalu percaya kepada Kristus, maka ia  berpindah kedudukan menjadi ‘di dalam Kristus’. Sekarang, kebenaran Kristus diberlakukan atas dia, sehingga ia tidak lagi dianggap najis / berdosa oleh Allah, tetapi dianggap sebagai orang benar.

Calvin: “Hence, in order to partake the miserable inheritance of sin, it is enough for thee to be man, for it dwells in flesh and blood; but in order to enjoy the righteousness of Christ it is necessary for thee to be a believer; for a participation of him is attained only by faith” (= Jadi, untuk mengambil bagian dalam warisan dosa yang menyedihkan, cukup bagimu untuk menjadi manusia, karena itu tinggal dalam daging dan darah; tetapi untuk menikmati kebenaran Kristus engkau harus menjadi orang percaya; karena pengambilan bagian dari Dia didapatkan hanya dengan iman).

Jadi, untuk bisa masuk ke neraka cukup bagi saudara untuk berdiam diri. Sejak lahir saudara ada di dalam Adam, sehingga dengan berdiam diri saja, itu sudah cukup untuk membawa saudara ke dalam neraka. Tetapi kalau saudara ingin masuk surga, saudara harus percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!

3)       Keselamatan / hidup yang kekal.

Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal”.

Kis 16:31 - “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”.

a)  Kita mendapatkan keselamatan / hidup yang kekal itu pada saat kita percaya, bukan pada saat kita mati.

Pada saat Zakheus bertobat / percaya kepada Yesus, maka Luk 19:9 berkata: “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham’”.

Jadi, bukannya pada saat mati Zakheus baru diselamatkan, tetapi pada saat ia percaya / bertobat!

b)  Keselamatan itu tidak bisa hilang!

Dalam dunia theologia ada 2 aliran yang sangat bertentangan dalam persoalan ini. Ajaran Arminianisme percaya bahwa seseorang bisa murtad dan kehilangan keselamatannya; tetapi ajaran Calvinisme / Reformed percaya bahwa keselamatan tidak bisa hilang, dan inilah yang benar.

Dasar Kitab Suci bahwa keselamatan tidak bisa hilang: Yoh 6:39  Yoh 10:27-30 Yoh 11:25-26  Ro 5:8-10  Ro 8:29-30  Ro 8:38-39  1Kor 1:8-9  2Kor 1:21-22  Fil 1:6  1Pet 1:5  1Pet 5:10  Yudas 24.

Beberapa serangan terhadap doktrin ini dan jawabannya:

·        Bagaimana dengan orang yang ‘murtad’?

Jawab: Orang yang murtad menunjukkan bahwa ia tidak pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus (1Yoh 2:18-19  2Yoh 9  bdk. Mat 24:24).

·        Bagaimana dengan Mat 7:21-23?

Jawab: Mat 7:21-23 juga menunjuk pada orang-orang yang belum pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus. Karena itu, dalam ay 23, Kristus berkata: ‘Aku tidak pernah mengenal kamu’. Disamping itu kalau saudara melihat seluruh kontex, yaitu Mat 7:15-23 maka saudara bisa melihat dengan jelas bahwa dalam kontex ini Yesus membicarakan nabi-nabi palsu, dan karena itu jelas menunjuk pada orang, yang sekalipun mempunyai jabatan tinggi, tetapi adalah orang kristen KTP.

·        Bagaimana dengan adanya perintah untuk bertekun sampai mati, seperti dalam Wah 2:10?

Jawab: Perintah ini diberikan oleh Allah kepada kita, karena sekalipun Allah berjanji untuk terus ‘memegang’ kita, sehingga keselamatan kita tidak mungkin hilang, tetapi pada saat yang sama, Allah menghen­daki kita untuk berusaha. Jaminan bahwa keselamatan tidak bisa hilang, sama sekali tidak boleh dijadikan alasan untuk hidup seenak kita. Kita harus berusaha untuk memelihara keselamatan kita seakan-akan keselamatan itu bisa hilang.

Illustrasi: Bacalah Kis 27:14-44. Dalam ay 22-25 terlihat adanya jaminan bahwa semua mereka pasti selamat. Tetapi dalam ay 31,34a Paulus tetap memberikan hal-hal tertentu yang harus mereka lakukan supaya selamat. Lalu dalam ay 34b ia lagi-lagi memberikan jaminan selamat. Apakah hal-hal ini bertentangan? Tidak! Semua ini menunjukkan bahwa adanya jaminan keselamatan dari Allah, tidak membuang tanggung jawab mereka untuk melakukan hal yang terbaik bagi  keselamatan mereka.

Demikian juga kalau Allah menjamin bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Ini tidak membuang tanggung jawab kita untuk melakukan hal yang terbaik demi keselamatan kita!

4)       Pengangkatan menjadi anak Allah.

Yoh 1:12 - “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya”.

Semua manusia lahir sebagai anak setan, dan hanya kalau kita percaya kepada Yesus Kristus, kita bisa menjadi anak-anak Allah. Banyak orang tidak bisa menerima ajaran ini, tetapi perlu diperhatikan bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa:

a)  Manusia hanya dibagi menjadi 2 golongan, yaitu anak Allah atau anak setan (1Yoh 3:10  Yoh 8:42-44).

b)  Hanya orang yang percaya kepada Yesuslah yang dijadikan anak Allah (Yoh 1:12).

Bagaimana kalau setelah kita percaya kepada Yesus dan menjadi anak Allah kita lalu berbuat dosa lagi? Apakah ini menyebabkan kita kembali menjadi anak setan? Tidak. Sekali kita menjadi anak Allah, kita tidak bisa kembali menjadi anak setan. Kalau kita berbuat dosa, persekutuan kita dengan Allah menjadi renggang, tetapi kita hanya perlu menyesali dosa itu, mengakuinya dan bertobat daripadanya, maka persekutuan dengan Allah akan dipulihkan kembali.

5)       Damai sejahtera (Yoh 14:27  Gal 5:22).

Waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka kehilangan damai. Mereka menjadi takut terhadap Allah (Kej 3:7-10). Sebagai keturunan Adam dan Hawa, kita lahir dalam dosa / dalam keadaan tanpa hubungan dengan Allah, sehingga kita tidak mempunyai damai. Tetapi, kalau kita percaya kepada Kristus, maka kita bisa diperdamaikan dengan Allah, sehingga kita kembali memiliki damai seperti Adam dan Hawa sebelum mereka jatuh dalam dosa.

6)       Roh Kudus (Kis 2:38  Yoh 7:38-39  Ef 1:13).

Kita menerima Roh Kudus pada saat kita percaya. Ini terlihat dari Ef 1:13 yang berbunyi: “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu”.

Orang yang menerima Roh Kudus tidak harus berbahasa lidah / roh! Bahwa tidak setiap orang kristen harus berbahasa roh / lidah terlihat dari 1Kor 12:7-11,28-30.

Tanda dari orang yang memiliki Roh Kudus, bukanlah bahasa roh / lidah, tetapi buah roh (Gal 5:22-23). Dengan kata lain tanda dari orang yang memiliki Roh Kudus adalah hidup yang dikuduskan / diubahkan ke arah yang positif, menjadi lebih sesuai dengan Firman Tuhan.

7)       Kemerdekaan dari perhambaan dosa (Yoh 8:34-36).

Sebelum kita percaya kepada Kristus, kita hanya bisa berbuat dosa. Ini terlihat bukan hanya dari istilah ‘hamba dosa’ dalam Yoh 8:34-36, tetapi juga dari ayat-ayat seperti Kej 6:5  Kej 8:21  Roma 6:20  Roma 8:7-8  Titus 1:15.

Tetapi setelah percaya kepada Kristus, kita dimerdekakan dari perhambaan dosa itu (Yoh 8:36  Roma 8:2). Ini tidak berarti bahwa kita lalu tidak lagi berbuat dosa, tetapi ini berarti bahwa kita mulai bisa berbuat baik. Disamping itu, sekalipun kita masih berbuat dosa atau jatuh ke dalam dosa, kita tidak lagi mencintai dosa, tetapi sebaliknya membenci dosa.


Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS)




Pendahuluan
     Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan.
MPMBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-management), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material. Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management.”
MPMBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya manusia    (SDM) yang memiliki kemampuan, integritas dan kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah guru, di mana guru merupakan faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan karena sebagai pengelola dan penentu terjadinya proses belajar bagi siswa.
Sebelum lebih lanjut masuk dalam pembahasan mengenai MPMBS, berikut akan dipaparkan Hakekat Managemen.

1. Hakekat Managemen 
Definisi Manajemen
Istilah management berasal dari kata latin yaitu “manus” yang artinya “to control by hand” atau “gain result.” Kata manajemen juga berasal dari bahasa Italia maneggiare yang berarti “mengendalikan.” Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nanajemen adalah [n] (1) orang yg mengatur pekerjaan atau kerja sama di antara berbagai kelompok atau sejumlah orang untuk mencapai sasaran; (2) orang yg berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin, dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu.
Pengertian managemen lainnya menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.         Mary Parker Follet,  manajemen adalah sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
2.     James A.F. Stoner  berpendapat manajemen dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan upaya (usaha-usaha) anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
3.     Ricky W. Griffin, Manajemen Adalah sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
4.     Drs. Oey Liang Lee, Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5.     Prof. Eiji Ogawa, Manajemen adalah Perencanaan, Pengimplementasian dan Pengendalian kegiatan-kegiatan termasuk system pembuatan barang yang dilakukan oleh organisasi usaha dengan terlebih dahulu telah menetapkan sasaran-sasaran untuk kerja yang dapat disempurnakan sesuai dengan kondisi lingkungan yang berubah.
6.     Drs. H. Malayu S. P. Hasibuan, Pengertian dan Pentingnya manajemen Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Menurutnya, ada dasarnya manajemen itu penting, sebab: Pekerjaan itu berat dan tidak dapat dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian tugas, kerja dan tanggungjawab dalam penyelesaiannya

Dari beberapa definisi menurut asal kata dan definisi dari pendapat ahli, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai apa yang dimaksud dengan managemen. Manajemen dapat didefinisikan sebagai “proses perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan untuk optimasi penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.” Manajemen adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dalam mengelola sumber daya yang berupa man, money, materials, method, machines, market, minute dan information untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien.

Definisi Pendidikan
Dalam UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan prtensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, aklak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Menurut M.J. Langeveld, Pendidikan adalah merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugastugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Tujuan Pendidikan menurut prof dr langeveld, Pendewasaan diri, dengan ciri-cirinya yaitu : kematangan berpikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap mandiri, yaitu dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.
Pengertian pendidikan menurut Stella van Petten Henderson, Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.
Pengertian pendidikan menurut John Dewey, Education is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).
Pengertian pendidikan menurut H.H Horne, Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.
Carter V. Good Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
Pengertian pendidikan menurut Thedore Brameld, Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Tujuan Pendidikan dalam (UU Sisdiknas Pasal 3) menyatakan bahwa Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Definisi Manajemen Pendidikan
Dilihat dari pengertian manajemen dan pengertian pendidikan di atas, maka dapat mendefinisikan Manajemen Pendidikan sebagai suatu Proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dalam mengelola sumber daya yang berupa man, money, materials, method, machines, market, minute dan information untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien dalam bidang pendidikan.
Berikut di bawah ini adalah pengertian managemen pendidikan meurut beberapa ahli pendidikan:
1.     Manajemen Pendidikan menurut Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4). Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
2.     Manajemen Pendidikan menurut Soebagio Atmodiwirio. Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagi proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.[1]
3.     Manajemen Pendidikan menurut Engkoswara. Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.[2]
4.     Manajemen Pendidikan menurut Sutisna, Manajemen pendidikan adalah keseluruhan (proses) yang membuat sumber-sumber personil dan materiil sesuai yang tersedia dan efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama. Ia mengerjakan fungsi-fungsinya dengan jalan mempengaruhi perbuatan orang-orang. Proses ini meliputi perencanaan, organisasi, koordinasi, pengawasan, penyelenggaraan dan pelayanan dari segala sessuatu mengenai urusan sekolah yang langsung berhubungan dengan pendidikan seklah seperti kurikulum, guru, murid, metode-metode, alat-alat pelajaran, dan bimbingan. Juga soal-soal tentang tanah dan bangunan sekolah, perlengkapan, pembekalan, dan pembiayaan yang diperlukan penyelenggaraan pendidikan termasuk didalamnya.[3]
5.     Manajemen Pendidikan menurut Made Pidarta. Manajemen Pendidikan diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.[4]
6.     Manajemen Pendidikan menurut Hadari Nawawi, Manajemen pendidikan, adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan, secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama lembaga pendidikan formal.[5]
7.     Manajemen Pendidikan menurut W. Haris mendefinisikan Manajemen pendidikan sebagai suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber personalia dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif pengembangan kualitas manusia.
8.     Manajemen Pendidikan menurut Purwanto dan Djojopranoto (1981:14) : Manajemen pendidikan merupakan suatu usaha bersama yang dilakukan untuk mendayagunakan semua sumber daya baik manusia, uang, bahan dan peralatan serta metode untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.[6]
9.     Manajemen Pendidikan menurut Stephen J. Knezeich, Manajemen pendidikan merupakan sekumpulan fungsi-fungsi organisasi yang memiliki tujuan utama untuk menjamin efisiensi dan efektivitas pelayanan pendidikan, sebagaimana pelaksanaan kebijakan melalui perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan koordinasi personil, dan iklim organisasi yang kondusif, serta menentukan perubahan esensial fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat di masa depan.[7]
10.  Manajemen Pendidikan menurut Daryanto, Manajemen pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang-orang, dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif.[8]
11.  Manajemen Pendidikan menurut Dasuqi dan Somantri (1992:10) mengemukakan Manajemen pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah Manajemen dalam bidang pendidikan.
12.  Manajemen Pendidikan menurut Sagala ,Manajemen pendidikan adalah penerapan ilmu Manajemen dalam dunia pendidikan atau sebagai penerapan Manajemen dalam pembinaan, pengembangan, dan pengendalian usaha dan praktek-praktek pendidikan. Manajemen pendidikan adalah aplikasi prinsip, konsep dan teori manajemen dalam aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.[9]
13.  Manajemen Pendidikan menurut Gaffar, manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematis, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. [10]
14.  Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang.[11]
15.  Manajemen Pendidikan menurut Menurut H. A. R. Tilaar (2001:4) manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan yang mengimplementasikan perencanaan atau rencana pendidikan.[12]

MPMBS

Pengertian dan Sejarah
MPMBS adalah kepanjangan dari managemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut juga dengan otonomi sekolah (school autonomy) atau site-based management. [13]  Pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada sekolah tersebut, atau sekolah diberikan kewenangan besar untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.
Istilah MPMBS ini pertama kali muncul di Amerika Serikat dengan istilah school based management atau managemen berbasis sekolah ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.
Beberapa Negara juga telah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah, misalnya seperti di negara-negara berikut ini:
1.       Amerika Serikat, MBS disebut Side-Bised Management (SBM), yang menekankan partisipasi dari berbagai pihak.
2.       Kanada, MBS disebut School-Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah.
3.       Hongkong, MBS disebut The School Management Intiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif.
4.       Inggris yang disebut Grant Mainted School (GMS)  atau manajemen dana swakelola pada tingkat lokal.
5.       Indonesia juga telah memperkenalkan manajemen berbasis sekolah sejak tahun 1997/1998. Model MBS di Indonesia juga bisa disebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), yang mulai diterapkan sejak tahun 1998.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan semua stakeholder sekolah.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) juga dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, esensi MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau berkepentingan dengan mutu pendidikan.


Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
              Dasar atau landasan MPMBS antara lain:
1.      Landasan Filosofis
  Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional. Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan pendidikan anaknya, maka orang tua mempercayakan kepada sekolah baik yang diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.
Konsekuensinya orang tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai dengan batas kemampuan dan kesepakatan. Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan pendidikan hanya bisa dicapai apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya, untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan dan kemanusiaan.
Landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat (dalam modul UT) diantaranya:
a.    Pendidikan nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai–nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama.
b.   Kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.
     Maksudnya adalah kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai harapan. Tuntutan penerapan MBS semakin nyata seiring dengan perubahan karakteristik masyarakat. Perubahan dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, pertahanan, keamanan, secara nasional, regional, maupun global, mendorong adanya perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki siswa. Artinya telah terjadi perubahan kebutuhan siswa sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat luas dimasa mendatang dibandingkan dengan masa lalu. Oleh karena itu, pelayanan terhadap siswa, program pengajaran, dan jasa yang diberikan kepada siswa juga seharusnya sesuai dengan tuntutan baru tersebut. Secara umum perubahan lingkungan menuntut adanya pola kebiasaan dan tingkah laku baru oleh semua pihak. Untuk menyesuaikan keadaan tersebut dibutuhkan adanya reformasi dalam pendidikan, salah satunya dengan MBS.
2.   Dasar atau Landasan Yuridis/Hukum
     Dasar Hukum Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu:
a.      Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN), pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi.
b.    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat (school/ community based management)”.
c.      Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
d.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya yang terkait dengan MBS adalah Bab XIV, Pasal 51, Ayat (1), ”pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah.”
e.    Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.
f.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (khususnya yang terkait dengan MBS adalah Bab II, Pasal 3); “Badan hukum pendidikan bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/ madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi”.
g.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa secara langsung atau tidak, daerah dan sekolah memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pendidikan secara otonomi dan bertanggung jawab.




Tujuan pokok memperlajari manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah untuk memperoleh cara, tehnik, metode yang sebaik-baiknya dilakukan, sehingga sumber-sumber yang sangat terbatas seperti tenaga, dana, fasilitas, material maupun sepiritual guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Menurut Shrode dan Voich tujuan utama manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah produktifitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja pembangunan daerah/nasional, tanggung jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi.[14]
Secara rinci tujuan manajemen peningkatan Mutu pendidikan antara lain:
a.    Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM)
b.    Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
c.    Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
d.    Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan.
e.    Teratasinya masalah mutu pendidikan.

Pada dasarnya  MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) bertujuan untuk:
a)   Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif   sekolah   
      dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b)   Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
       pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama (partisipatif).
c)   Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan   
      pemerintah tentang mutu sekolahnya.
d)  Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang      akan dicapai.
Konsep Dasar MBS
1.      Pengertian
Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management merupakan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan  melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah yang dilakukan secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah.
2.       Konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah
       Manajemen Berbasis Sekolah merupakan manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian dan demokratis.
a.    Otonomi
   Merupakan kewenangan sekolah dalam mengatur dan mengurus kepentingan   sekolah dalam mencapai tujuan sekolah untuk menciptakan mutu pendidikan yang baik.
b.    Kemandirian
Merupakan langkah dalam pengambilan keputusan. Dalam mengelola sumber daya yang ada, mengambil kebijakan, memilih strategi dan metode dalam memecahkan persoalan tidak tergantung pada birokrasi yang sentralistik sehingga mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada.
c.    Demokratif
   Merupakan keseluruhan elemen-elemen sekolah yang dilibatkan dalam menetapkan, menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah demi terciptanya mutu pendidikan yang akan memungkinkan tercapainya pengambilan kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen sekolah.
        Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memahami Konsep    
      Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diantaranya adalah:
a.   Pengkajian Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terutama yang menyangkut kekuatan desentralisasi, kekuasaan atau kewenangan di tingkat sekolah, dalam system keputusan harus dikaitkan dengan program dan kemampuan dalam peningkatan kinerja sekolah.
b.   Penelitian tentang program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berkenaan dengan desentralisasi kekuasaan dan program peningkatan partisipasi (local stake holders). Pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pemberdayaan sekolah, perlu dibangun dengan efektifitas programnya.
c.   Strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) harus lebih menekankan kepada elemen manajemen partisipatif. Kemampuan, informasi dan imbalan yang memadai merupakan elemen-elemen yang sangat menentukan efektifitas program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam meningkatkan kinerja sekolah.
3.       Esensi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
          Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaftif dan antisipatif, kemampuan bersinergi danm berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru, karyawan, siswa,orang tua, tokoh masyarakat) dkjorong untuk terlibatsecara langsung dalam proses pengambilankeputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.
Pengambilan keputusan partisipasi berangkat dari asumsi bahwa jika seseorang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan merasa memiliki keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula dedikasinya.
Dengan pola MBS, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Di samping itu, sekolah juga mmiliki kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Di sinilah letak ciri khas MBS.
          Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1)    Tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah
2)    Bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya)
3)    Bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah
4)    Memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya
5)    Memiliki control yang kuat terhadap kondisi kerja
6)    Komitmen yang tinggi pada dirinya dan
7)    Prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.
      Secara umum, paparan di atas telah memberikan gambaran tentang konsep dan dasar sekolah berbasis otonomi sekolah. Selanjutnya adalah upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk melakukan upaya peningkatan mutu sekolah. Sekolah yang telah diberi kewenangan penuh untuk memformulasikan ukuran keberhasilan dan kualitas pendidikannya pun akhirnya memiliki ketergantungan penuh terhadap budaya organisasi yang dipimpin oleh kepala sekolah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap sekolah. Secara alamiah proses hidup mati organisasi selalu tergantung kepada kemampuan organisasi memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholdernya.
Pemenuhan terhadap kebutuhan stakeholder menjadi langkah yang wajib ditempuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekolah. Proses selanjutnya adalah upaya untuk memformulasikan visi,misi, dan tujuan sekolah. Setelah formulasi visi,misi, dan tujuan pun tercapai kemudian dilakukan perencanaan strategis untuk mencapai visi, misi dan tujuan tersebut.
Perencanaan strategis itu pun dituangkan ke dalam rencana program-program dan rencana kegiatan. Setelah proses tersebut selesai dilaksakan proses selanjutnya adalah mengkalkulasi kebutuhan finansial untuk membiayai semua program sekolah tersebut. Setelah proses tersebut di atas, kemudian memetakan letak demografis sekolah dan stakeholder potensial yang mungkin didapatkan sekolah. Hal itu diperlukan untuk mendukung proses pemenuhan kebutuhan finansial dan dukungan moral secara penuh dari para stakeholder pada program-program sekolah.

2.   Prinsip-Prinsip Manajemen MBS

Sebagaimana telah ditulis sebelumnya, MPMBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBS= otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Ketiga esenti tersebut menjadi prinsip MBS.
1.     Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”, misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
2.     Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar diberikan kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada.
3.     Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb.) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya.
Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Contoh tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah: pemberian kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan masalah sekolah secara “teamwork”, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerjanya sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tertinggi.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Dalam MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran, personel, dan kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat pusat, provinsi, atau bahkan juga kabupaten/kota. Dengan pemberlakuan MBS diharapakan setidaknya dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:
1.    Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih baik.
2.    Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah.
3.    Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi tanggung jawab sekolah dan masyarakat.

Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip, yaitu prinsip ekuifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip sistem pengelolaan mandiri, dan prinsip inisiatif sumber daya manusia.
1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi Negara.
Pendidikan sebagai entitas yang terbuka terhadap berbagai pengaruh eksternal. Ole karena itu, tak menutup kemungkinan bila sekolah akan mendapatkan berabgai masalah sepertihalnya institusi umum lainya. Pada zaman yang lingkungannmya semakin kompleks ini maka sekolah akan semakin emndapatkan tantangan permasalahan.
Sekolah arus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.
2. Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinaltias. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dieleakkan dari kesultian dan permasalhaan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Prinsip ekuifinalitas yang dikemukakan sebelum mendorong adanya desentralisasi kekuasaan dengan mempersilahkan sekola memiliki ruang yang lebih luas untuk bergerak, berkembang,d an bekerja menurut strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan mengelola sekolahnya secara efektif.
Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu, MBS harus mampu menemukan masala, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisien.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri
MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS menaydari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi system pengelolaan secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi tertentu untuk mengembangkan tujuan pengajaran strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan tanggung jawab.
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadai permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan weewnang dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan system pengelolaan mandiri.
4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)
Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama manajeman adalah mengembangkan sumber daya manusia di adalam sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber daya manusianya.
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, emlainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudina dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istlah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lemabga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development yang memiliki konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

3       Manajemen Berbasis Sekolah
Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1.
 Fokus pada mutu
2.
 Bottom-up planning and decision making
3.  Manajemen yang transparan
4.
 Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan
Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
1.     Kekuasaan;
2.
  Pengetahuan;
3.
  Sistem informasi; dan
4.
  Sistem penghargaan.

Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
1.  Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
2.  Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk   mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya
3.  Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:
1.  Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review, bencmarking, SWOT,dll)
Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa.
Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa.
4.     Proses Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
             Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan umpan baliknya.
            Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
             Adapun proses penerapan MBS dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah sbb :
·       Memberdayakan komite sekolah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
·       Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA, SMTK), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan.
·       Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat.
·       Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran
·       Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang diperlukan.
·       Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan, dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.
Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
    MBS akan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar mengajar.
2. Kondisi sosial, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternala yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah atau madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.
4. Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.
Kesimpulan
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan Pemerataan Pendidikan.
Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.











[1] Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia. (Jakarta: PT Ardadizya, 2000), 23.

[2] Engkoswara, Paradigma Managemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah. (Bandung: Yayasan Amal Keluarga, 2001), 2.
[3] Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1983), 2-3.

[4] Made Pidarta, Managemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1981), 4.

[5] Hadari Nawawi, Administrasi Personel untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. (Jakarta : Masagung, 1992), 11.
[6] Ngalim Purwanto dan Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta;Mutiara offset, 1981), 14

[7] Stephen J. Knezeich, Business Management of Local School Systems, (            , 1960).

[8] Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998),

[9] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Penerbit Alfabeta, tt), 27.

[10] Fakry Gaffar, Performance Based Teacher Education, Jurnal: Suati Alternatif dalam pembaharian Guru, IKIP Bandung, 1987.
[11] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi), (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), 19.
[12] H.A.R Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2003),

[13] L.G. Beck dan J. Murphy, The Four Imperative of a Sucessful School (Thousand Oaks: Corwin Press, inc, 1996),
[14] A.W. Shrode dan Jr. Voich. Organization and Management: Basic Systems Concept (Malaysia: Malaysia by Irwin Book Company, 1974),