Cari Blog Ini

Minggu, 14 Februari 2016

Eksklusivisme

Eksklusivisme

Pengertian
Eksklusivisme adalah salah satu cara pandang kekristenan terhadap agama-agama non-Kristen. Pendekatan eksklusivisme merupakan salah satu pendekatan di dalam studi teologi agama-agama. Pendekatan eksklusivisme menyatakan bahwa agama Kristen merupakan satu-satunya jalan keselamatan.[1]
eksklusivisme/eks·klu·si·vis·me/éksklusivisme adalah paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat. [2]
eksklusivisme adalah paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat: di kota besar terdapat gejala- , terutama pada orang yang berada. [3]
eksklusivisme adalah paham yg mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dr masyarakat.[4]
            Pandangan ini menegaskan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan untuk menerima keselamatan. Eksklusivisme atau disebut juga dengan Partikularisme, dibagi ke dalam dua kelompok.  
            Pertama adalah partikularisme “terbatas” atau restrictive particularist. R. Douglas Geivett dan W. Gary Philips yang mewakili kelompok ini berpendapat adanya keharusan pengakuan pribadi kepada Yesus. Karena itu, setiap orang harus percaya dan menerima Yesus secara eksplisit agar diselamatkan. Jadi, kita melihat dua hal penting di sini. Pertama pengakuan bahwa Yesuslah satu-satunya jalan keselamatan. Kedua, perlunya pengakuan pribadi secara eksplisit, yaitu percaya dan menerima Yesus. Ini berarti menyangkali kemungkinan seseorang dapat diselamatkan tanpa pengakuan secara sadar dan eksplisit kepada Yesus satu-satunya juru selamatnya.
            Kedua adalah partikularisme “tidak terbatas” atau nonrestrictive particularist. Ronald Nash, Alister McGrath yang menganut pandangan ini percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Kelompok ini juga melihat pentingnya pengakuan pribadi yang secara eksplisit diberikan kepada Yesus. Namun demikian, kelompok ini tidak membatasi (nonrestrictive) keselamatan hanya terjadi karena pemberitaan Injil. Mereka melihat kemungkinan adanya keselamatan di luar pemberitaan Injil, di mana hal itu tergantung kepada rahmat dan kasih setia Allah. Sebagai contoh, Alister. E. McGrath seorang dari kelompok partikularist menegaskan keyakinannya bahwa mereka yang berespons dengan percaya kepada pemberitaan Injil akan diselamatkan. Namun, setelah menegaskan keyakinannya tersebut, kemudian McGrath menegaskan: “We cannot draw the conclusion from this, however, that only those who thus respond will be saved”. Dia berpendapat bahwa wahyu Allah tidak dapat dibatasi kepada usaha manusia, seperti khotbah, tetapi melampaui itu. Karena itu, dia menantang orang-orang kelompok Eksklusif Terbatas untuk bersedia mengalami kejutan-kejutan, yaitu ketika kelak dalam kerajaan surga ada orang yang dianggapnya tidak selamat, ternyata juga turut di sana.[5]
            Dari beberapa data atau sumber yang kami temukan ini, kami dapat mengambil kesimpulan bahwa eksklusivisme merupakan sikap untuk memisahkan diri atau kelompok agama dari agama lain, karena menganggap bahwa agamanyalah yang paling baik. Bukan hanya agama kristen saja yang menganggap bahwa agamanya yang paling baik, namun agama-agama lain juga demikian seperti agama islam, hindu, budha, dan khong hu cu. Dalam islam lebih terkenalnya dengan kelompok radikalisme, gerakan ini dikatakan radikal karena lebih mengedepankan pemahaman literal terhadap teks dan cenderung mudah menggunakan kekerasan dalam memaksakan pemahaman mereka. Mereka menganggap baik jika mereka melakukan suatu bom bunuh diri terhadap orang kafir atau yang disebut juga menggunakan kekerasan.
            Agama-agama lain memiliki pemahaman sendiri tentang eksklusivisme, namun dalam pembahasan kali ini kami akan hanya menggunakan contoh dua agama saja yaitu agama Kristen dan Islam. Karena kami melihat hal yang menonjol atau sering mendapat sorotan adalah dua agama ini. Namun dalam keyakinan kami sendiri bahwa agama kristen adalah agama yang paling benar dan memiliki kepastian menenai jalan keselamatan. Kami harapkan dalam pembahasan yang akan kami bahas ini dapat menambah pengetahuan menganai paham eksklusivisme dari dua contoh agama yang akan kami bahas ini.
Eksklusivisme Kristen
Pertama, pandangan eksklusivisme memiliki pandangan eksklusif mengenai keselamatan. Eksklusivisme menegaskan bahwa hanya di dalam agama Kristen ada kebenaran dan keselamatan, sedangkan diluar agama Kristen sama sekali tidak ada keselamatan. Ayat yang digunakan umumnya adalah kitab Kis 4:12 dan Yoh 14:6. Dalam Gereja Katolik, Paus Bonifasius VIII merumuskan pandangan ini dalam semboyan “Extra ecclesia nulla salus” yang berarti “diluar gereja tidak ada keselamatan”.
            Teolog yang mewakili pandangan eksklusif adalah Karl Barth dan Hendrik Kraemer. Barth berpendapat bahwa agama adalah ketidak percayaan. Agama-agama merupakan upaya manusia yang sia-sia untuk mengenal Allah. Allah hanya bisa dikenal kalau Allah sendiri yang memperkenalkan Diri-Nya. Allah sudah memperkenalkan diri-Nya didalam dan melalui Yesus Kristus. Injil adalah anugerah Allah di dalam Yesus Kristus, sedangkan agama-agama adalah upaya manusia yang sia-sia. Sebab itu, tidak ada hubungan antara Injil dengan agama-agama. Tidak ada hubungan antara anugerah Allah di dalam Yesus Kristus dengan upaya sia-sia manusia. Ini juga berlaku bagi agama Kristen. Tetapi agama Kristen dibenarkan karena Injil anugerah yang dipegangnya.
“Hendrik Kraemer mempunyai pandangan bahwa setiap orang yang belum mengenal dan diperbaharui dalam Yesus, ia tidak akan pernah mengenal Allah yang sesungguhnya. Maka menurutnya orang di luar kekristenan tidak ada keselamatan”.[6]
            Hal yang disampaikan oleh Karl Barth dan Hendrik Kraemer hampir memiliki kesenadaan, namun beda argumen disampaikan Kraemer, yang berpendapat bahwa penyataan di dalam Yesus Kristus merupakan kriteria satu-satunya yang dengannya semua agama-agama, termasuk agama Kristen, dapat dimengerti dan dinilai. Yesus Kristus ditempatkan sebagai satu-satunya kriteria dalam memahami dan menilai agama-agama. Penyataan umum diakui keberadaannya, teologi naturalis, tetapi tidak berdiri sendiri. Penyataan umum itu harus terkait dalam penyataan diri Yesus. Titik tolak Kraemer adalah “biblical realism” (kenyataan alkitabiah) yang mengandung dua hal: realitas alkitabiah menunjuk pada kesaksian mendasar Alkitab tentang kemahakuasaan Allah dan keberdosaan manusia yang diperhubungkan dengan inkarnasi Yesus Kristus; dan pandangan mengenai agama-agama lain sebagai sistem yang meliputi segalanya, yang masing-masing ditandai pemahaman-pemahaman tersendiri akan totalitas eksistensi. Sebab itu, antara Injil dan agama-agama tidak ada kesinambungan.

Eksklusivisme Islam
            “Ekslusivisme dalam Islam sesuai pemaknaannya adalah “pemisahan antara keyakinan ( Iman ) dengan muamalah ( kehidupan sehari-hari )”. Maka sangat amat diperlukan bagi identitas seorang muslim, karna seorang muslim dalam menjalankan keyakinannya memerlukkan pemisahan antara pemikiran yang berasal dari hukum syar’i dengan hukum positif. Disini eksklusivisme berperan sebagai sekat untuk membendung keimanan seorang muslim dari mesin blender peradaban barat yakni pluralisme. Tidak bisa kita elakkan pluralisme saat ini mencekram akidah dan akhlak manusia muslim Indonesia, terjadi degradasi akidah yang akut menghinggapi muslim Indonesia”.[7]
            “Ternyata, materi dialog yang pernah berlangsung sejak 14 abad yang silam itu masih relevan untuk dibicarakan kembali saat ini. Diyakini pula, sampai kapan dan dimana pun dialog tentang eksklusivisme dalam Islam itu berlangsung, bila narasumbernya mengacu pada Al – Qur’an dan Al- Hadist, maka substansinya tidak mengalami perubahan. Dinamikanya mungkin hanya berada di seputar perbedaan interpretasi historis dan kultural. Bilamana kompleksitas ajaran agama Islam dipahami dalam konteks hubungan manusia, baik hubungan manusia dengan Tuhannya (hablumminallah) maupun hubungan antar sesama manusia (hablumminannas), maka ajaran yang bersifat eksklusif terutama berbasis pada teologi (tauhid), yakni berkaitan dengan hablumminallah. Di luar itu, eksklusivisme ditemukan secara terbatas pada beberapa hal saja menyangkut hubungan antar sesama manusia. Eksklusivisme berakar pada sendi (rukun) Islam yang pertama, yakni Asy-syahadatain : Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang disembah kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Sendi ini merupakan pintu gerbang ajaran Islam. Setiap orang yang secara ikhlas dan dengan penuh kesadarannya mengucapkan kedua kalimat kesaksian ini maka ia diakui beragama Islam. Semua perkara lainnya dalam ajaran Islam dibangun atas landasan ini. Allah, yaitu tuhan yang berhak disembah dalam pandangan Islam adalah Dia yang mengutus Muhammad, Dia yang mewahyukan kitab Al-Qur’an kepada Muhammad untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar menjadikannya sebagai pedoman hidup. Di dalam kitabNYA (Surah Al - Ikhlas : 1- 4) Allah menyatakan dirinya bahwa : ”Dia adalah Allah yang Maha Esa, Dia adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia”. Islam memandang semua orang yang tidak percaya kepada Tuhan yang memiliki sifat utama seperti itu, begitu pula tidak percaya bahwa Muhammad sebagai rasul Allah, termasuk ajaran yang dibawanya (Al- Qur’an), maka mereka itu disebut sebagai orang kafir, artinya pengingkar, pembangkang, atau penentang. Begitu pula, walaupun mereka yang beriman kepada Allah, namun di samping itu mereka masih juga meyakini tuhan – tuhan lainnya, maka golongan ini disebut musyrik, artinya menyekutukan Allah dengan ”sesuatu” yang lain (baik manusia, maupun bukan manusia). Sebagai konsekuensi dari kesaksian atas kalimat tauhid (Laa ilaaha illallah) : tidak ada Tuhan yang berhak disembah, adalah mengenai tata cara penyembahan kepada Allah. Sesuai dengan kalimat kesaksiannya atas kerasulan Muhammad SAW, maka orang yang bersangkutan harus melakukan ritual penyembahan kepada Allah menurut tuntunan dan teladan Muhammad Rasulullah SAW. Pandangan mengenai kekafiran dan kemusyrikan ini tidak hanya terhadap penganut agama non Islam, tetapi juga terhadap orang yang mengaku sebagai penganut agama Islam namun masih memiliki keyakinan dan tindakan dalam beribadah yang bertentangan dengan pernyataan kesaksiannya itu. Dalam aspek pluralitas sosio-religius, Islam tidak mengenal kompromi dalam masalah ketuhanan dan tata-cara penyembahannya”.[8]
            Intinya bahwa saya memandang agama ini melakukan eksklusivisme dengan cara-cara radikal namun di antara meraka juga ada yang melakukan eksklusivisme dengan baik. Eksklusivisme memang terkesan tidak baik apa lagi di indonesia ini kita melihat banyak dari mereka melakukan cara-cara yang kurang baik untuk mempertahankan ajaran mereka.

Kesimpulan
            Kami beranggapan bahwa eksklusivisme, merupakan suatu apologet untuk mempertahankan nilai kebenaran yang di anut oleh setiap agama. Dalam hal ini kami memandang di dalam segi kekristenan pun eksklusivisme baik untuk di lakukan namun harus mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat jika tidak maka ini akan menjadi persoalan baru. Kita sebagai orang yang sudah mengerti kebenaran harus berhikmat saat akan menyampaikan kebenaran atau mempertahankan nilai-nilai kebenaran yang kita miliki.



[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Eksklusivisme
[2] http://kbbi.web.id/eksklusivisme
[3] http://artikata.com/arti-326052-eksklusivisme.html
[4] http://www.kamusbesar.com/9883/eksklusivisme
[5] http://reformata.com/news/view/249/sekilas-tentang-eksklusivisme
[6] https://id.wikipedia.org/wiki/Eksklusivisme
[7] http://wahyuyulianto88.blogspot.co.id/2012/09/eksklusivisme.html
[8] http://musabdurrahman.blogspot.co.id/2012/07/eksklusivisme-dan-inklusivisme-dalam_30.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar