Bolehkah orang Kristen makan
darah?
Apakah pada jaman sekarang orang Kristen
boleh makan darah atau tidak, menimbulkan pro dan kontra yang hebat. Dan kalau
darah tetap dilarang untuk dimakan, maka penerapannya cukup banyak,
seperti:
·
anjing yang mau dimakan / dimasak, biasanya tidak disembelih, tetapi
dikepruk kepalanya. Tentu tidak mungkin darahnya akan keluar semua.
·
orang berburu, yang menembak binatang buruannya sehingga langsung mati,
tentu juga tidak mungkin mengeluarkan semua darah dari binatang
buruannya.
·
pada waktu makan ikan, atau steak, yang dimasak kurang matang, kita sering
melihat ada darah di sana.
·
banyak orang pada waktu mau memasak burung dara, tidak membunuhnya dengan
menyembelihnya, tetapi hanya dengan menutup hidungnya. Tentu saja darah tidak
keluar sama sekali.
Bolehkah kita makan masakan-masakan
seperti ini?
Satu penerapan lagi tentang larangan
makan darah adalah: Saksi Yehuwa menggunakan larangan makan darah ini sebagai
dasar untuk melarang transfusi darah, dengan alasan bahwa baik dengan makan
darah maupun dengan transfusi darah, darah dimasukkan ke dalam tubuh. Kalau
kita bisa menggugurkan ajaran yang melarang makan darah pada jaman sekarang,
maka kita juga menggugurkan argumentasi dari sekte sesat ini.
Sekarang mari kita memperhatikan lebih
dulu beberapa ayat, yang selain kelihatannya melarang makan darah, juga
membingungkan tentang arti yang dimaksudkannya.
Kej 9:4 - “Hanya daging yang
masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
Bdk. Ul 12:23 - “Tetapi jagalah
baik-baik, supaya jangan engkau memakan darahnya, sebab darah ialah nyawa,
maka janganlah engkau memakan nyawa bersama-sama dengan daging”.
Bdk. Im 17:11 - “Karena nyawa
makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu
di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah
mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa”.
Ada 2 hal yang perlu dipersoalkan:
1) Apa maksudnya kalau dikatakan ‘darah ialah nyawa’?
2) Bolehkah kita sekarang makan darah?
I) Apa maksudnya darah
sama dengan nyawa?
Jelas bahwa kalau
dalam Kej 9:4 dan beberapa ayat lain ‘darah’ diidentikkan dengan ‘nyawa’, itu tidak bisa
diartikan bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa ‘darah’ betul-betul sama
dengan ‘nyawa’. ‘Darah’ diidentikkan dengan ‘nyawa’, karena darah yang mengalir dalam tubuh
seseorang adalah sesuatu yang menunjukkan / membuktikan kehidupan. Kalau darah
itu hilang, maka kehidupan berhenti / nyawa melayang.
Jamieson,
Fausset & Brown: “The reason
assigned, ‘the blood is the life thereof,’ embodies a fact which ranks among
the most remarkable discoveries of modern science, that the blood is the
circulating principle of life” (= Alasan yang
diberikan, ‘darah adalah nyawa darinya’, mewujudkan suatu fakta yang tergolong
di antara penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern yang paling hebat, bahwa
darah adalah dasar kehidupan yang bersirkulasi).
Barnes’
Notes: “it lives so long as
the blood flows in its veins, ... The draining of the blood from the body is an
obvious occasion of death” (= ia hidup
selama darah mengalir dalam pembuluh-pembuluh darahnya, ... Pengeluaran darah
sampai habis dari tubuh merupakan suatu alasan / penyebab yang jelas dari
kematian).
Calvin:
“the life and the blood are not put for different
things, but for the same; not because blood is in itself the life, but inasmuch
as the vital spirits chiefly reside in the blood, it is, as far as our feeling
is concerned, a token which represents life”
(= ‘nyawa’ dan ‘darah’ tidak diajukan untuk hal-hal yang berbeda, tetapi untuk
hal-hal yang sama; bukan karena ‘darah’ itu dalam dirinya sendiri adalah
‘nyawa’, tetapi karena roh yang vital terutama terletak dalam darah, itu
adalah, sejauh perasaan kita yang dipersoalkan, suatu tanda yang menggambarkan
/ melambangkan nyawa) - hal 293.
Word Biblical
Commentary: “It is easy to see why blood is identified with life ... a beating heart
and a strong pulse are the clearest evidence of life” (= Adalah mudah untuk
melihat mengapa ‘darah’ disamakan dengan ‘nyawa’ ... jantung yang berdenyut dan
denyut nadi yang kuat merupakan bukti yang paling jelas dari nyawa / kehidupan).
Karena ‘darah ialah nyawa’ maka dalam
Mat 27:4,24 dikatakan sebagai berikut: “(4) dan berkata: ‘Aku telah berdosa
karena menyerahkan darah orang
yang tak bersalah.’ Tetapi jawab mereka: ‘Apa urusan kami dengan itu? Itu
urusanmu sendiri!’ ... (24) Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan
sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh
tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu
sendiri!"”.
Karena ‘darah ialah nyawa’ maka Tuhan menggunakan
darah untuk menebus nyawa manusia! Dalam Perjanjian Lama digunakan darah
binatang, dalam Perjanjian Baru digunakan darah Kristus!
II) Bolehkah kita
sekarang makan darah?
Pada jaman Adam,
manusia hanya boleh makan barang tak berjiwa seperti tumbuh-tumbuhan,
biji-bijian, dan buah-buahan.
Kej 1:29 - “Berfirmanlah Allah:
‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di
seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi
makananmu”.
Tetapi sejak jaman
Nuh, setelah keluar dari bahtera, maka Tuhan mengijinkan manusia untuk memakan
binatang.
Kej 9:3-4 - “(3) Segala yang
bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu
kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. (4) Hanya daging yang masih ada
nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
1) Text ini dengan jelas menunjukkan bahwa sejak
saat ini manusia boleh makan daging (Kej 9:3).
Jadi, berbeda dengan
pada jaman Adam, dimana manusia hanya boleh makan tumbuh-tumbuhan / buah-buahan
(Kej 1:29), maka sejak saat ini manusia diijinkan makan daging.
Matthew Henry: “Hitherto, most think,
man had been confined to feed only upon the products of the earth, fruits,
herbs, and roots, and all sorts of corn and milk; so was the first grant, Gen
1:29. But the flood having perhaps washed away much of the virtue of the
earth, and so rendered its fruits less pleasing and less nourishing, God
now enlarged the grant, and allowed man to eat flesh, which perhaps man himself
never thought of, till now that God directed him to it, nor had any more desire
to than a sheep has to suck blood like a wolf. But now man is allowed to feed
upon flesh, as freely and safely as upon the green herb. Now here see, (1.)
That God is a good master, and provides, not only that we may live, but that we
may live comfortably, in his service; not for necessity only, but for delight.
(2.) that every creature of God is good, and nothing to be refused, 1 Tim. 4:4.
Afterwards some meats that were proper enough for food were prohibited by the
ceremonial law; but from the beginning, it seems, it was not so, and therefore
is not so under the gospel” (= ).
Matthew Henry
memberikan alasan mengapa mulai saat itu Allah mengijinkan manusia makan
daging. Air bah telah menghancurkan banyak kebaikan dari bumi, dan membuat
buah-buahan berkurang enaknya dan tidak bisa mencukupi gizi yang dibutuhkan
oleh manusia.
Adam Clarke: “There is no positive
evidence that animal food was ever used before the flood. Noah had the first
grant of this kind, and it has been continued to all his posterity ever since. It
is not likely that this grant would have been now made if some extraordinary
alteration had not taken place in the vegetable world, so as to render its
productions less nutritive than they were before; and probably such a change in the constitution of man as to render a
grosser and higher diet necessary. We may therefore safely infer that the
earth was less productive after the flood than it was before, and that the
human constitution was greatly impaired by the alterations which had taken
place through the whole economy of nature. Morbid debility, induced by an often
unfriendly state of the atmosphere, with sore and long-continued labour, would
necessarily require a higher nutriment than vegetables could supply. That this
was the case appears sufficiently clear from the grant of animal food, which,
had it not been indispensably necessary, had not been made. That the
constitution of man was then much altered appears in the greatly contracted
lives of the postdiluvians; yet from the deluge to the days of Abraham the
lives of several of the patriarchs amounted to some hundreds of years; but this
was the effect of a peculiar providence, that the new world might be the more
speedily repeopled” (= ).
Adam Clarke memberikan
alasan yang sama dengan yang diberikan oleh Matthew Henry di atas, tetapi ia
juga menambahkan alasan lain, yaitu adanya perubahan dalam diri manusia yang
menyebabkan ia membutuhkan makanan yang lebih kasar dan lebih tinggi.
Catatan: baik Matthew Henry
maupun Adam Clarke tak bisa memberikan dasar-dasar Kitab Suci tentang
pandanganya. Jadi ini hanya semacam tebakan, yang bisa benar, bisa juga salah.
Alasan yang pasti tentang mengapa sejak jaman Nuh itu Allah mengijinkan manusia
makan daging, tidak diketahui.
Mengingat bahwa sejak
jaman Nuh Tuhan sendiri mengijinkan manusia makan daging, maka tidak ada
siapapun yang boleh melarang manusia untuk makan daging dengan menggunakan
Kej 1:29, yang sudah dianulir oleh Kej 9:3. Juga orang kristen
sebetulnya tidak boleh mempunyai pandangan bahwa makan daging itu salah, dosa,
kejam, tidak mempunyai peri-kebinatangan dsb. Tetapi kalau ada orang Kristen
seperti itu dan saudara bertemu dengan orang kristen seperti itu, perhatikan
Ro 14:1-4 - “(1) Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.
(2) Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang
yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. (3) Siapa yang makan,
janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan,
janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu.
(4) Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia
berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan
tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri”.
2) Text ini kelihatannya melarang manusia makan
darah (9:4).
Kej 9:4 - “Hanya daging yang
masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
Benarkah ayat ini
melarang makan darah itu? Dan kalau benar, apakah larangan makan darah dari
ayat ini, dan juga dari ayat-ayat lain dalam Perjanjian Lama, masih berlaku
pada jaman sekarang ini? Ada pro dan kontra yang sangat hebat dalam menjawab
kedua pertanyaan ini.
a) Orang-orang yang mengatakan bahwa sampai jaman
sekarang larangan itu masih berlaku, berargumentasi sebagai berikut:
1. Hukum Musa / Perjanjian Lama melarang makan
darah dalam banyak ayat, seperti:
·
Im 7:26,27 - “(26) Demikian juga janganlah kamu memakan darah apapun di segala tempat
kediamanmu, baik darah burung-burung ataupun darah hewan. (27) Setiap orang
yang memakan darah apapun, nyawa orang itu haruslah dilenyapkan dari antara
bangsanya.’”.
·
Im 17:10-14 - “(10) ‘Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang
asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, yang makan darah apapun juga Aku
sendiri akan menentang dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya.
(11) Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah
itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena
darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa. (12) Itulah sebabnya Aku
berfirman kepada orang Israel: Seorangpun di antaramu janganlah makan darah.
Demikian juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu tidak boleh makan
darah. (13) Setiap orang dari orang Israel dan dari orang asing yang tinggal di
tengah-tengahmu, yang menangkap dalam perburuan seekor binatang atau burung
yang boleh dimakan, haruslah mencurahkan darahnya, lalu menimbunnya dengan
tanah. (14) Karena darah itulah nyawa segala makhluk. Sebab itu Aku telah
berfirman kepada orang Israel: Darah makhluk apapun janganlah kamu makan,
karena darah itulah nyawa segala makhluk: setiap orang yang memakannya haruslah
dilenyapkan”.
·
Im 19:26a - “Janganlah kamu makan sesuatu yang darahnya masih ada”.
·
Ul 12:15-16 - “(15) Tetapi engkau boleh menyembelih dan memakan
daging sesuka hatimu, sesuai dengan berkat TUHAN, Allahmu, yang diberikanNya
kepadamu di segala tempatmu. Orang najis ataupun orang tahir boleh memakannya,
seperti juga daging kijang atau daging rusa; (16) hanya darahnya janganlah
kaumakan, tetapi harus kaucurahkan ke bumi seperti air”.
·
Ul 12:23-25 - “(23) Tetapi jagalah baik-baik, supaya jangan engkau
memakan darahnya, sebab darah ialah nyawa, maka janganlah engkau memakan nyawa
bersama-sama dengan daging. (24) Janganlah engkau memakannya; engkau harus
mencurahkannya ke bumi seperti air. (25) Janganlah engkau memakannya, supaya
baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, apabila engkau melakukan
apa yang benar di mata TUHAN”.
·
Ul 15:23 - “Hanya darahnya janganlah kaumakan; haruslah kaucurahkan ke tanah seperti
air.’.
·
1Sam 14:31-34 - “(31) Dan pada hari itu mereka memukul kalah orang
Filistin dari Mikhmas sampai ke Ayalon. Rakyat sudah sangat letih lesu, (32)
sebab itu rakyat menyambar jarahan; mereka mengambil kambing domba, lembu dan
anak lembu, menyembelihnya begitu saja di atas tanah, dan memakannya dengan
darahnya. (33) Lalu diberitahukanlah kepada Saul, demikian: ‘Lihat, rakyat
berdosa terhadap TUHAN dengan memakannya dengan darahnya.’ Dan ia berkata:
‘Kamu berbuat khianat; gulingkanlah sekarang juga sebuah batu besar ke mari.’
(34) Kata Saul pula: ‘Berserak-seraklah di antara rakyat dan katakan kepada
mereka: Setiap orang harus membawa lembunya atau dombanya kepadaku; sembelihlah
itu di sini, maka kamu boleh memakannya. Tetapi janganlah berdosa terhadap
TUHAN dengan memakannya dengan darahnya.’ Lalu setiap orang dari seluruh rakyat
membawa serta pada malam itu lembunya, dan mereka menyembelihnya di sana”.
Catatan: sekalipun dikatakan ‘darah apapun’, tetapi dalam detailnya
tidak pernah dikatakan ‘darah ikan’. Memang kalau ikan dipancing atau
dijala, dan sebentar lagi mati, tidak mungkin kita mengeluarkan darahnya.
Apakah memang pada saat itu darah ikan diijinkan untuk dimakan, atau ikan
termasuk dalam kata ‘apapun’, dan tetap dilarang, saya tidak tahu. Problem tentang keharusan
mengeluarkan darah ini juga terjadi pada saat seseorang berburu. Kalau ia
memanah binatang buruan itu, dan binatang itu langsung mati, bagaimana caranya
ia mengeluarkan darahnya?
2. Kej 9:4 bukan ceremonial law, karena pada saat itu belum ada ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan).
Saya berpendapat bahwa
ini merupakan argumentasi yang terkuat dari golongan yang melarang makan darah
sampai sekarang.
3. Dalam Perjanjian Baru juga ada ayat-ayat yang
melarang makan darah, yaitu Kis 15:20,29
Kis 21:25.
Kis 15:20,29 - “(20) tetapi kita
harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan
yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang
yang mati dicekik dan dari darah. ... (29) kamu harus menjauhkan diri dari
makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang
yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari
hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat.’”.
Kis 21:25 - “Tetapi mengenai
bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan
keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang
dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati
dicekik dan dari percabulan.’”.
Ayat-ayat ini
lebih-lebih lagi digunakan oleh golongan yang anti makan darah sebagai dasar
untuk mengatakan bahwa dalam Perjanjian Barupun orang Kristen dilarang makan
darah.
b) Orang-orang yang mengatakan bahwa pada jaman
ini larangan makan darah sudah tidak berlaku, berargumentasi sebagai berikut:
1. Larangan makan darah dalam Taurat Musa sudah
dihapuskan dengan 2 alasan:
a. Penebusan dosa dalam Perjanjian Lama dengan
menggunakan darah binatang, merupakan TYPE dari penebusan dosa dengan darah
Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.
Kalau kita melihat
larangan makan darah dalam begitu banyak ayat dalam Taurat Musa, maka satu hal
yang sangat penting untuk dipertanyakan yaitu: Mengapa dalam hukum Taurat Musa
darah dilarang untuk dimakan?
Wycliffe Bible
Commentary tentang Im 17:11: “Neither the Hebrew nor the resident
foreigner was to eat any manner of blood. The reasons are given in Lev 17:11.
The first was that it was the fluid which carried life through the body, and
thus it represented the life or soul (nepesh)
of the animal. The second was actually the primary reason, with the first
simply forming the foundation for the second: Atonement for sins was made by
the sacrifice of animals, by offering the life of the animal as a substitution
for one’s own life; the shedding of blood as the fluid of life was the offering
of that portion which most clearly set forth the atonement picture” [= Baik orang Ibrani
ataupun orang asing yang tinggal di sana tidak boleh memakan darah dengan cara
apapun. Alasannya diberikan dalam Im 17:11. Yang pertama adalah bahwa
itu merupakan cairan yang membawa kehidupan / nyawa melalui tubuh, dan dengan
demikian itu menggambarkan kehidupan / nyawa atau jiwa (NEPESH) dari binatang.
Yang kedua sebetulnya merupakan alasan yang terutama, dengan yang
pertama hanya membentuk fondasi untuk yang kedua: Penebusan dosa dibuat
dengan pengorbanan binatang, dengan mempersembahkan kehidupan / nyawa dari
binatang sebagai suatu pengganti dari kehidupan / nyawa kita sendiri;
pencurahan dari darah sebagai cairan kehidupan / nyawa merupakan persembahan
dari bagian itu yang secara paling jelas menyatakan gambaran penebusan].
Im 17:11-12 - “(10) ‘Setiap orang
dari bangsa Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka,
yang makan darah apapun juga Aku sendiri akan menentang dia dan melenyapkan dia
dari tengah-tengah bangsanya. (11) Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan
Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan
pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan
nyawa”.
Ay 10nya melarang
makan darah, disertai ancaman hukuman mati. Ay 11 dimulai dengan kata ‘karena’, yang menunjukkan
bahwa ay 11 merupakan alasan mengapa Allah melarang manusia makan darah pada
jaman Musa. Alasannya adalah ‘nyawa makhluk ada dalam darahnya’ (pernyataan seperti
ini sudah dijelaskan artinya di bagian depan dari pelajaran ini), dan darah itu
digunakan sebagai pendamaian / penebusan. Karena darah itu digunakan untuk
penebusan, maka darah itu bukan untuk manusia (untuk dimakan), tetapi harus
dipersembahkan kepada Allah.
Keil & Delitzsch
tentang Im 17:11: “God appointed the blood for the altar, as containing the soul of the
animal, to be the medium of expiation for the souls of men, and therefore
prohibited its being used as food” (= Allah menetapkan darah untuk mezbah,
sebagai mencakup jiwa dari binatang, untuk menjadi perantara dari penebusan
untuk jiwa-jiwa manusia, dan karena itu melarang penggunaannya sebagai makanan).
Matthew Henry tentang
Ul 12: “When they could not bring the blood to the altar, to pour it out there
before the Lord, as belonging to him, they must pour it out upon the
earth, as not belonging to them, because it was the life, and therefore, as
an acknowledgment, belonged to him who gives life, and, as an atonement,
belonged to him to whom life is forfeited” (= Pada waktu mereka
tidak bisa membawa darah kepada mezbah, untuk mencurahkannya di sana di hadapan
Tuhan, sebagai kepunyaanNya, mereka harus mencurahkannya di bumi,
sebagai bukan kepunyaan mereka, karena itu adalah kehidupan / nyawa, dan
karena itu, sebagai suatu pengakuan, bahwa itu adalah kepunyaan Dia yang
memberikan nyawa / kehidupan, dan, sebagai suatu penebusan, merupakan
kepunyaanNya bagi siapa nyawa / kehidupan dikorbankan).
Saya ingin memberi
komentar tentang kata-kata Matthew Henry ini. Saya berpendapat bahwa kalau
alasan dari larangan makan darah itu adalah untuk menunjukkan pengakuan kita
bahwa Allah adalah pemberi kehidupan, maka larangan makan darah itu harus
diberlakukan secara kekal. Saya tidak menerima alasan ini.
Saya berpendapat bahwa
satu-satunya alasan yang menyebabkan adanya larangan makan darah adalah karena
darah itu digunakan dalam penebusan (Im 17:11), dan merupakan TYPE dari
penebusan oleh darah Yesus Kristus (Yoh 1:29
1Pet 1:19 Ibr 9:1-10:22).
Dan satu hal yang
perlu ditekankan adalah bahwa semua TYPE berakhir pada saat ANTI-TYPEnya
datang. Dengan demikian sejak Yesus mati di atas kayu salib, dan darahNya
sudah dicurahkan untuk menebus dosa umat manusia, maka darah binatang bukan
lagi merupakan alat penebusan dosa, dan karena itu, larangan makan darah binatang
juga harus dihapuskan.
b. Larangan makan darah adalah ceremonial law (= hukum yang berhubungan
dengan upacara keagamaan) yang sudah tidak berlaku sejak kematian dan
kebangkitan Kristus.
Bahwa ceremonial
law tak berlaku lagi sejak kematian Yesus Kristus di atas kayu salib
terlihat dari:
·
Sobeknya tirai pemisah dalam Bait Allah, yang memisahkan Ruang Suci dan
Ruang Maha Suci (Mat 27:51). Ini merupakan petunjuk bahwa Allah sudah
menyingkirkan Bait Allah dengan semua imam, upacara dan hukum-hukumnya.
Bdk. Ibr 10:19-21
- “(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh
keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka
jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, (21)
dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah”.
·
Tidak ada lagi keharusan sunat dalam Perjanjian Baru
(Kis 15:1-dst Gal 2:3-5 Gal 5:6
Gal 6:12-15), karena keharusan sunat juga merupakan salah satu dari
ceremonial law.
·
Kis 10:9-16 - “(9) Keesokan harinya ketika ketiga orang itu berada
dalam perjalanan dan sudah dekat kota Yope, kira-kira pukul dua belas tengah
hari, naiklah Petrus ke atas rumah untuk berdoa. (10) Ia merasa lapar dan ingin
makan, tetapi sementara makanan disediakan, tiba-tiba rohnya diliputi kuasa
ilahi. (11) Tampak olehnya langit terbuka dan turunlah suatu benda berbentuk
kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya, yang diturunkan ke tanah.
(12) Di dalamnya terdapat pelbagai jenis binatang berkaki empat, binatang
menjalar dan burung. (13) Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata:
‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi Petrus menjawab:
‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang
tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata
kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan
haram.’ (16) Hal ini terjadi sampai tiga kali dan segera sesudah itu
terangkatlah benda itu ke langit”.
Apakah Kis 10
ini, dimana Petrus disuruh menyembelih dan makan binatang-binatang yang tidak
tahir, yang dalam Perjanjian Lama dilarang oleh hukum Taurat Musa, menunjukkan
bahwa ceremonial law dihapuskan? Sekalipun arti yang terutama dari
penglihatan itu adalah: jangan menganggap orang non Yahudi sebagai orang najis,
orang yang tidak bisa diselamatkan, orang yang tidak perlu diinjili, dsb,
tetapi text ini juga bisa dijadikan dasar untuk berkata bahwa larangan makan
binatang-binatang haram, yang termasuk dalam ceremonial law, dibatalkan,
dan dengan demikian orang kristen boleh makan daging binatang apapun.
·
Ef 2:15 - “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat
dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi
satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.
Tentu ini tidak boleh
diartikan bahwa seluruh hukum Taurat, termasuk hukum moralnya, dihapuskan pada
saat itu. Mengapa? Karena adanya Mat 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18)
Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi
ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat,
sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu
perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian
kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam
Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala
perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam
Kerajaan Sorga”.
Jadi, dalam persoalan
hukum moral (seperti 10 hukum Tuhan), maka berlaku kata-kata dalam
Mat 5:17-19, yang menunjukkan bahwa hukum-hukum itu berlaku kekal. Tetapi
dalam persoalan ceremonial law, berlaku Ef 2:15, yang menunjukkan bahwa
itu dihapuskan pada saat kematian Kristus.
·
Ayat-ayat dalam surat Ibrani seperti:
*
Ibr 8:7,13 - “(7) Sebab, sekiranya perjanjian
yang pertama itu tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang
kedua. ... (13) Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia
menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang
telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya”.
*
Ibr 9:1-14 - “(1) Memang perjanjian yang pertama juga mempunyai
peraturan-peraturan untuk ibadah dan untuk tempat kudus buatan tangan manusia.
(2) Sebab ada dipersiapkan suatu kemah, yaitu bagian yang paling depan dan di
situ terdapat kaki dian dan meja dengan roti sajian. Bagian ini disebut tempat
yang kudus. (3) Di belakang tirai yang kedua terdapat suatu kemah lagi yang
disebut tempat yang maha kudus. (4) Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan
dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam
tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang
pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian, (5) dan di
atasnya kedua kerub kemuliaan yang menaungi tutup pendamaian. Tetapi hal ini
tidak dapat kita bicarakan sekarang secara terperinci. (6) Demikianlah caranya
tempat yang kudus itu diatur. Maka imam-imam senantiasa masuk ke dalam kemah
yang paling depan itu untuk melakukan ibadah mereka, (7) tetapi ke dalam kemah
yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus dengan
darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena
pelanggaran-pelanggaran, yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar. (8) Dengan
ini Roh Kudus menyatakan, bahwa jalan ke tempat yang kudus itu belum terbuka,
selama kemah yang pertama itu masih ada. (9) Itu adalah kiasan masa
sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak
dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka,
(10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam
pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku
sampai tibanya waktu pembaharuan. (11) Tetapi Kristus telah datang
sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah
melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat
oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, - (12) dan Ia
telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan
dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa
darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (13)
Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu
muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah,
(14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah
mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak
bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang
sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
*
Ibr 10:1-14 - “(1) Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan
saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu
sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap tahun
terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka
yang datang mengambil bagian di dalamnya. (2) Sebab jika hal itu mungkin, pasti
orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang melakukan ibadah itu
tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk selama-lamanya. (3)
Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan
adanya dosa. (4) Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan
menghapuskan dosa. (5) Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: ‘Korban
dan persembahan tidak Engkau kehendaki - tetapi Engkau telah menyediakan tubuh
bagiku -. (6) Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak
berkenan. (7) Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada
tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendakMu, ya AllahKu.’ (8) Di atas Ia
berkata: ‘Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa
tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya’ - meskipun
dipersembahkan menurut hukum Taurat -. (9) Dan kemudian kataNya: ‘Sungguh, Aku
datang untuk melakukan kehendakMu.’ Yang pertama Ia hapuskan, supaya
menegakkan yang kedua. (10) Dan karena kehendakNya inilah kita telah
dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.
(11) Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang
mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan
dosa. (12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena
dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang
Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan
kakiNya. (14) Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk
selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan”.
Kalau masih ada orang
yang menganggap bahwa larangan makan darah dalam hukum Taurat Musa (ceremonial
law) itu tetap berlaku, maka:
·
orang itu juga harus menganggap bahwa memakan binatang-binatang yang haram,
yang disebutkan dalam Im 11, juga dilarang pada jaman ini.
·
orang itu juga harus menganggap bahwa memakan lemak, juga dilarang pada
jaman ini. Perlu dingat, bahwa selain larangan makan darah, hukum Taurat Musa
juga sangat menekankan larangan memakan lemak. Ini pasti akan makin
memusingkan, karena setiap kali kita makan daging apapun, selalu bisa ada
lemaknya.
Ada satu hal yang
menarik yaitu bahwa larangan makan darah dan lemak seringkali digabungkan
menjadi satu. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
Im 7:22-27 - “(22) TUHAN berfirman
kepada Musa: (23) ‘Katakanlah kepada orang Israel: Segala lemak dari lembu,
domba ataupun kambing janganlah kamu makan. (24) Lemak bangkai atau lemak
binatang yang mati diterkam boleh dipergunakan untuk segala keperluan,
tetapi jangan sekali-kali kamu memakannya. (25) Karena setiap orang
yang memakan lemak dari hewan yang dipergunakan untuk mempersembahkan korban
api-apian bagi TUHAN, nyawa orang yang memakan itu, haruslah dilenyapkan dari
antara bangsanya. (26) Demikian juga janganlah kamu memakan darah apapun
di segala tempat kediamanmu, baik darah burung-burung ataupun darah
hewan. (27) Setiap orang yang memakan darah apapun, nyawa orang itu
haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.
Ay 25nya
menunjukkan secara explicit apa alasannya tidak boleh makan lemak, yaitu karena
itu harus dipersembahkan sebagai korban api-apian kepada Tuhan.
Lemak memang diberikan
sebagai persembahan kepada Tuhan, seperti yang dilakukan oleh Habel (Kej 4:4).
Larangan-larangan makan lemak dalam
ayat-ayat lain bisa saudara lihat dalam Kel 29:10-14,19-28 Im 3:1-17
Im 4:1-35 dan sebagainya. Perhatikan juga 2 text dalam kitab Yehezkiel
di bawah ini:
Yeh 44:6-7 - “(6) Katakanlah kepada
kaum pemberontak, yaitu kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Cukuplah
perbuatan-perbuatanmu yang keji itu, hai kaum Israel, (7) yang membiarkan
orang-orang asing, yaitu orang-orang yang tidak bersunat hatinya maupun
dagingnya masuk dalam tempat kudusKu dan dengan kehadirannya mereka
menajiskannya waktu kamu mempersembahkan santapanKu, yaitu lemak dan darah. Dengan berbuat
begitu kamu lebih mengingkari perjanjianKu dari pada dengan segala perbuatanmu
yang keji yang sudah-sudah”.
Yeh 44:15 - “Tetapi mengenai
imam-imam orang Lewi dari bani Zadok yang menjalankan tugas-tugas di tempat
kudusKu waktu orang Israel sesat dari padaKu, merekalah yang akan mendekat
kepadaKu untuk menyelenggarakan kebaktian dan bertugas di hadapanKu untuk
mempersembahkan kepadaKu lemak dan darah,
demikianlah firman Tuhan ALLAH”.
Menurut saya, text yang paling harus
diperhatikan adalah Im 3:17.
Im 3:17 - “Inilah suatu ketetapan
untuk selamanya bagi kamu turun-temurun di segala tempat kediamanmu:
janganlah sekali-kali kamu makan lemak dan darah.’”.
Digabungkannya
larangan makan lemak dan darah dalam Im 3:17 menunjukkan bahwa larangan
memakan hal-hal itu disebabkan karena keduanya dipersembahkan kepada Tuhan,
seperti yang diperintahkan dalam ayat-ayat sebelumnya.
Apakah kata-kata ‘untuk selamanya’ dan ‘turun-temurun’ dalam Im 3:17
ini berarti bahwa larangan ini berlaku terus dan tidak mungkin dianulir /
dihapuskan? Tidak, karena sunat (Kej 17:7,13) dan perjamuan Paskah
(Kel 12:14,17,24) juga diberikan dengan kata-kata seperti itu, tetapi toh
dihapuskan. Jadi, yang kekal adalah arti / maknanya, bukan pelaksanaannya.
2. Sekarang bagaimana dengan Kej 9:4 yang bukan
termasuk dalam ceremonial law?
Kej 9:4 - “Hanya daging yang
masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
a. Ada banyak penafsir yang beranggapan bahwa ini
bukan larangan makan darah, tetapi larangan makan binatang yang masih hidup,
atau larangan makan daging mentah.
Perhatikan
kutipan-kutipan dari beberapa penafsir di bawah ini:
Matthew Henry: “Man must not
prejudice his own life by eating that food which is unwholesome and prejudicial
to his health (v. 4): ‘Flesh with the life thereof, which is the blood thereof
(that is, raw flesh), shall you not eat, as the beasts of prey do.’ It was
necessary to add this limitation to the grant of liberty to eat flesh, lest,
instead of nourishing their bodies by it, they should destroy them” [= Manusia tidak boleh
membahayakan hidupnya sendiri dengan memakan makanan yang tidak sehat dan
membahayakan kesehatannya (ay 4): ‘Daging yang masih ada nyawanya, yakni
darahnya (yaitu, daging mentah), janganlah kamu makan, seperti
binatang-binatang pemangsa melakukannya’. Adalah penting untuk menambahkan
pembatasan ini terhadap pemberian kebebasan untuk makan daging, supaya jangan
hal ini bukannya memberikan gizi kepada tubuh mereka olehnya, tetapi malah
menghancurkannya].
Matthew Henry: “they must not be
barbarous and cruel to the inferior creatures. They must be lords, but not
tyrants; they might kill them for their profit, but not torment them for their
pleasure, nor tear away the member of a creature while it was yet alive, and
eat that” (= mereka tidak boleh bersikap biadab dan kejam terhadap makhluk-makhluk
ciptaan yang lebih rendah. Mereka harus menjadi tuan, tetapi bukan tiran;
mereka boleh membunuh makhluk-makhluk itu untuk memanfaatkannya, tetapi tidak
boleh menyiksanya untuk kesenangan mereka, ataupun menyobek-nyobek
anggota-anggota tubuh dari makhluk-makhluk tersebut sementara mereka masih
hidup, dan memakannya).
Jamieson,
Fausset & Brown: “The intention of
this prohibition was to prevent those excesses of cannibal ferocity, in eating
flesh of living animals” (= Tujuan dari
larangan ini adalah untuk mencegah perbuatan yang keterlaluan dari kebuasan
yang bersifat kanibal, dalam memakan daging dari binatang yang masih hidup).
Barnes’
Notes: “The first
restriction on the grant of animal food is thus expressed: ‘Flesh with its
life, its blood, shall ye not eat.’ The animal must be slain before any part of
it is used for food. And as it lives so long as the blood flows in its veins,
the life-blood must be drawn before its flesh may be eaten. The design of this
restriction is to prevent the horrid cruelty of mutilating or cooking an animal
while yet alive and capable of suffering pain. The draining of the blood from
the body is an obvious occasion of death, and therefore the prohibition to eat
the flesh with the blood of life is a needful restraint from savage cruelty”
(= Pembatasan pertama pada pemberian binatang sebagai makanan dinyatakan
demikian: ‘Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu
makan’. Binatang itu harus dibunuh sebelum bagian manapun darinya digunakan
sebagai makanan. Dan karena binatang itu masih hidup selama darah masih
mengalir dalam pembuluh-pembuluh darahnya, darah kehidupan itu harus
dikeluarkan sebelum dagingnya boleh dimakan. Tujuan dari pembatasan ini
adalah untuk mencegah kekejaman yang mengerikan yang dilakukan dengan
memotong-motong atau memasak seekor binatang sementara ia masih hidup dan masih
bisa menderita sakit. Pengeluaran darah dari tubuh merupakan suatu penyebab
yang jelas dari kematian, dan karena itu larangan untuk makan daging dengan
darah kehidupan merupakan suatu pengendalian / pengekangan yang perlu terhadap
kekejaman yang buas).
Word
Biblical Commentary: “Westermann, following
Jacob, wants to take this phrase in its most literal sense, viz., that one is
not to eat animal flesh with the blood still pulsating through it. (The
fondness of certain Abyssinian tribes for eating raw meat freshly cut from a
living animal is sometimes cited.) In other words, this verse is not
prohibiting the consumption of blood itself”
[= Westerman, mengikuti Jacob, memandang ungkapan ini dalam arti yang paling
hurufiah, yaitu bahwa seseorang tidak boleh memakan daging binatang dengan
darah yang masih berdenyut melaluinya. (Kesenangan dari suku-suku Abyssinia
tertentu untuk memakan daging mentah yang dipotong secara masih segar dari
seekor binatang yang masih hidup kadang-kadang dikutip.) Dengan kata lain,
ayat ini tidak melarang untuk memakan darah itu sendiri].
Catatan:
Penafsir dari Word Biblical Commentary sendiri tidak menyetujui pandangan ini
dengan alasan bahwa pandangan ini bertentangan dengan ayat-ayat yang melarang
untuk makan darah dalam kitab-kitab Musa. Saya berpendapat bahwa alasan yang ia
berikan sangat tidak berdasar, karena larangan dalam hukum Musa memang
mempunyai alasannya sendiri.
b. Ada penafsir-penafsir yang menganggap ayat ini
sebagai larangan untuk makan darah.
Calvin: “Some thus explain
this passage, ‘Ye may not eat a member cut off from a living animal,’ which is
too trifling. However, since there is no copulation conjunction between the two
words, ‘blood’ and ‘life,’ I do not doubt that Moses, speaking of the life,
added the word ‘blood’ exegetically, as if he would say, that flesh is in some
sense devoured with its life, when it is eaten with its own blood” (= Sebagian orang
menjelaskan text ini demikian, ‘Kamu tidak boleh memakan suatu anggota yang
dipotong dari binatang yang masih hidup’, yang merupakan sesuatu yang terlalu
dangkal / bernilai rendah. Tetapi, karena di sana tidak ada kata penghubung
yang menggabungkan antara kedua kata ‘darah’ dan ‘nyawa’, saya tidak ragu-ragu
bahwa Musa, berbicara tentang ‘nyawa’, lalu menambahkan kata ‘darah’ sebagai
penjelasan, seakan-akan ia mau berkata, bahwa dalam arti tertentu daging
ditelan dengan nyawanya, pada waktu daging itu dimakan dengan darahnya sendiri) - hal 293.
Kej 9:4 (Lit): ‘Tetapi daging dengan
nyawanya, darahnya, janganlah kamu makan’.
Pulpit Commentary: “Not referring to,
although certainly forbidding, the eating of flesh taken from a living animal
... rather interdicting the flesh of slaughtered animals from which the blood
has not been properly drained ” (= Tidak menunjukkan kepada, sekalipun
jelas melarang, tindakan makan daging yang diambil dari binatang yang masih
hidup ... tetapi lebih melarang daging dari binatang yang dibantai dari mana
darah tidak dibuang dengan benar) - hal 139-140.
Word Biblical
Commentary: “it is likely that it is here prohibiting any consumption of blood” (= adalah sangat
mungkin bahwa di sini kitab itu melarang makan darah apapun).
Adam Clarke: “Though animal food
was granted, yet the blood was most solemnly forbidden, because it was the life
of the beast” (= Sekalipun binatang boleh dimakan, tetapi darah dilarang dengan cara
yang paling khidmat, karena itu adalah nyawa dari binatang itu).
Catatan: Adam Clarke bukan
hanya menganggap Kej 9:4 sebagai larangan makan darah, tetapi ia juga
beranggapan bahwa sampai jaman sekarangpun darah dilarang untuk dimakan. Ini
saya sangat tidak setuju.
Dari 2 penafsiran ini,
saya memilih yang kedua. Jadi, saya berpendapat bahwa Kej 9:4 bukan
semata-mata melarang makan binatang yang masih hidup, tetapi terutama melarang
makan darahnya. Alasan saya adalah: ayat-ayat yang melarang makan darah dalam
hukum Taurat Musa tidak berbeda kata-katanya dengan Kej 9:4 ini. Lalu mengapa
ayat-ayat dalam hukum Taurat Musa harus diartikan sebagai larangan makan darah,
sedangkan Kej 9:4 ini sebagai larangan makan daging mentah?
Kalau ini adalah
penafsiran yang benar, maka perlu dipertanyakan: Mengapa dalam Kej 9:4 ini
Allah melarang makan darah?
Word Biblical
Commentary: “Genesis is interested in tracing back the fundamental principles of
ethics and worship to earliest times, so it is likely that it is here
prohibiting any consumption of blood. ... Indeed, in the sacrificial law animal
blood is given by God for the atonement of human sin (cf. Lev 17:11)” [= Kitab Kejadian
mempunyai perhatian / minat untuk mencari jejak dari prinsip-prinsip dasar dari
etika dan ibadah sampai pada jaman yang paling awal, jadi adalah sangat
mungkin bahwa di sini kitab itu melarang makan darah apapun. ... Memang, dalam
hukum pengorbanan, darah binatang diberikan oleh Allah untuk penebusan dari
dosa manusia (bdk. Im 17:11)].
Catatan: apa yang ia katakan
pada bagian yang saya garis-bawahi, memang benar. Misalnya:
·
Kej 3:15 - “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara
keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau
akan meremukkan tumitnya.’”.
·
Kej 4:26b - “Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN”.
·
Kej 9:25 - “berkatalah ia: ‘Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling
hina bagi saudara-saudaranya.’”.
·
Kej 12:1-3 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari
sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan
kepadamu; (2) Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati
engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. (3) Aku
akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang
yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat
berkat.’”.
·
Kej 12:7 - “Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: ‘Aku akan
memberikan negeri ini kepada keturunanmu.’ Maka didirikannya di situ mezbah
bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya”.
·
Kej 15:13-16 - “(13) Firman TUHAN kepada Abram: ‘Ketahuilah dengan
sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri,
yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya,
empat ratus tahun lamanya. (14) Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka,
akan Kuhukum, dan sesudah itu mereka akan keluar dengan membawa harta benda
yang banyak. (15) Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan
sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu. (16) Tetapi
keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan
orang Amori itu belum genap.’”.
·
Kej 14:20 - “dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke
tanganmu.’ Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya”.
·
Kej 28:22 - “Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari
segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan
sepersepuluh kepadaMu.’”.
·
Kej 17 - tentang sunat.
·
Kej 49:10 - “Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang
pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka
kepadanya akan takluk bangsa-bangsa”.
·
dan sebagainya.
Pulpit Commentary: “The reason ...
because of its symbolic value as the sign of atoning blood” (= Alasannya ...
karena nilai simbolisnya sebagai tanda dari darah yang menebus) - hal 142.
Derek Kidner (Tyndale): “It ... prepared men
to appreciate the use of blood in sacrifice” (= Itu ...
mempersiapkan manusia untuk menghargai penggunaan dari darah dalam korban) - hal 101.
Adam Clarke: “Though animal food
was granted, yet the blood was most solemnly forbidden, because it was the life
of the beast, and this life was to be offered to God as an atonement for sin.
Hence, the blood was ever held sacred, because it was the grand instrument of
expiation, and because it was typical of that blood by which we enter into the
holiest” (= Sekalipun binatang boleh dimakan, tetapi darah dilarang dengan cara
yang paling khidmat, karena itu adalah nyawa dari binatang itu, dan nyawa ini
harus dipersembahkan kepada Allah sebagai penebusan untuk dosa. Jadi, darah
selalu dianggap keramat, karena itu adalah alat yang agung untuk penebusan, dan
karena itu merupakan TYPE dari darah itu dengan mana kita memasuki Ruang Maha Suci).
Daily Bible Commentary: “In vs. 4 f. we find
certain pre-Mosaic rituals and legislation having divine sanction, the one
for its symbolic, the other for its practical, value” (= Dalam
ay 4-dst, kita mendapati upacara dan undang-undang tertentu sebelum jaman
Musa mendapatkan persetujuan ilahi, yang satu untuk nilai simbolis, yang
lain untuk nilai praktis) - vol I, hal 18-19.
Catatan: Kata-kata ‘the
one’ (= yang satu) menunjuk kepada Kej 9:4, sedangkan kata-kata ‘the
other’ (= yang lain) menunjuk kepada Kej 9:5-6 (larangan membunuh
manusia).
Keil & Delitzsch: “This prohibition
presented, on the one hand, a safeguard against harshness and cruelty; and
contained, on the other, ‘an undoubted reference to the sacrifice of animals” (= Larangan ini
memberikan, pada satu sisi, suatu usaha perlindungan terhadap kekerasan dan
kekejaman; dan mencakup, pada sisi yang lain, ‘suatu referensi yang tak
diragukan kepada korban binatang-binatang).
Matthew Poole: “God thought fit to forbid
this, ... principally because the blood was reserved and consecrated to God,
and was the means of atonement for men, (which reason God himself gives, Lev.
17:11,12,) and did in a special manner represent the blood of Christ, which was
to be shed for the redemption of mankind” [= Allah menganggap
cocok untuk melarang ini, ... terutama karena darah dicadangkan / dikhususkan
dan dikuduskan / dipersembahkan bagi Allah, dan merupakan cara dari penebusan
untuk manusia, (alasan yang diberikan oleh Allah sendiri, Im 17:11,12), dan
dengan cara yang khusus menggambarkan darah Kristus, yang akan dicurahkan untuk
penebusan umat manusia] - hal 23.
Bdk. Im 17:10-14
- “(10) ‘Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang asing yang
tinggal di tengah-tengah mereka, yang makan darah apapun juga Aku sendiri akan
menentang dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. (11) Karena
nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu
di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah
mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa. (12) Itulah sebabnya Aku
berfirman kepada orang Israel: Seorangpun di antaramu janganlah makan darah.
Demikian juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu tidak boleh makan
darah. (13) Setiap orang dari orang Israel dan dari orang asing yang tinggal di
tengah-tengahmu, yang menangkap dalam perburuan seekor binatang atau burung
yang boleh dimakan, haruslah mencurahkan darahnya, lalu menimbunnya dengan
tanah. (14) Karena darah itulah nyawa segala makhluk. Sebab itu Aku telah
berfirman kepada orang Israel: Darah makhluk apapun janganlah kamu makan,
karena darah itulah nyawa segala makhluk: setiap orang yang memakannya haruslah
dilenyapkan”.
Jadi, kalau larangan
makan darah dalam Kej 9:4 itu merupakan simbol dari darah untuk menebus dosa,
atau merupakan persiapan dari larangan makan darah dalam hukum Taurat Musa (ceremonial
law), maka jelas bahwa setelah terjadinya pencurahan darah Kristus untuk
menebus dosa manusia, maka larangan ini juga harus dihapuskan.
Jangan merasa heran
bahwa kata-kata Tuhan dalam kitab Kejadian, yang bukan termasuk dalam ceremonial
law, bisa dihapuskan. Kasus sunat, sama dengan kasus larangan makan darah.
Sunat mula-mula ada bukan sebagai ceremonial law, karena pertama kalinya
itu diberikan kepada Abraham dalam Kej 17, jauh sebelum jaman Musa. Nantinya
memang masuk ke dalam hukum Taurat Musa (ceremonial law). Tetapi toh
secara jelas kita melihat bahwa sunat dibatalkan dalam Perjanjian Baru
(Kis 15:1-dst Gal 2:3-5 Gal 5:6
Gal 6:12-15). Lalu mengapa larangan makan darah dalam Kej 9:4 tidak
bisa dibatalkan?
Calvin, sekalipun
menafsirkan bahwa Kej 9:4 ini melarang makan darah binatang, tetapi
mengatakan bahwa ini hanyalah hukum lama, dan tak berlaku dalam jaman Perjanjian
Baru.
Calvin: “Yet we must remember,
that this restriction was part of the old law. Wherefore, what Tertullian
relates, that in his time it was unlawful among Christians to taste the blood
of cattle, savours superstition” (= Tetapi kita harus ingat, bahwa
pembatasan ini adalah bagian dari hukum lama. Karena itu, apa yang Tertullian
ceritakan, bahwa pada jamannya merupakan sesuatu yang tidak sah di antara
orang-orang kristen untuk mencicipi / merasakan darah dari ternak, berbau
takhyul) - hal 293-294.
Matthew Henry juga
berpandangan bahwa sekarang larangan makan darah sudah tidak berlaku lagi.
Matthew Henry: “God would hereby
show, ... that during the continuance of the law of sacrifices, in which the
blood made atonement for the soul (Lev. 17:11), signifying that the life of the
sacrifice was accepted for the life of the sinner, blood must not be looked
upon as a common thing, but must be poured out before the Lord (2 Sam. 23:16),
either upon his altar or upon his earth. But, now that the great and true
sacrifice has been offered, the obligation of the law ceases with the reason of
it” [= Allah dengan ini menunjukkan, ... bahwa selama berlakunya hukum korban,
dalam mana darah membuat penebusan untuk jiwa (Im 17:11), menunjukkan bahwa nyawa
/ kehidupan dari korban diterima untuk nyawa / kehidupan dari orang berdosa,
darah tidak boleh dipandang sebagai suatu hal biasa, tetapi harus dicurahkan di
hadapan Tuhan (2Sam 23:16), atau pada mezbahNya, atau di bumiNya. Tetapi,
sekarang karena korban yang agung dan benar telah dipersembahkan, kewajiban
dari hukum Taurat berhenti karena alasan itu].
Catatan: sebetulnya Matthew
Henry tidak konsisten dalam menafsir. Kalau ia memang beranggapan bahwa Kej 9:4
itu sebetulnya merupakan larangan makan daging mentah, bukan larangan makan
darah, mengapa ia bisa berbicara seperti ini?
Ada alasan-alasan lain
yang diberikan oleh beberapa penafsir, tentang mengapa Allah dalam Kej 9:4
melarang makan darah, tetapi yang tidak bisa saya terima.
Misalnya:
·
Allah melarang manusia makan darah karena merupakan sesuatu yang biadab
untuk memakan daging dengan darah / nyawanya sekaligus - Calvin.
·
Allah melarang manusia makan darah supaya manusia menjadi lebih lembut (gentle)
- Calvin.
·
Kalau manusia tak dilarang makan darah binatang, maka lama kelamaan mereka
akan tidak berhati-hati dengan darah manusia - Calvin.
·
Allah melarang manusia makan darah, supaya manusia menghormati kehidupan,
dan sekaligus menghormati Allah sebagai Pemberi kehidupan - Word Biblical
Commentary.
·
Allah melarang manusia makan darah, karena ini adalah makanan yang tidak
sehat - Adam Clarke, Matthew Henry, Albert Barnes.
Kalau alasan-alasan
ini benar, maka seharusnya larangan makan darah diberlakukan selama-lamanya.
Adalah aneh bahwa dalam Perjanjian Baru Allah akhirnya mengijinkan manusia
memakan darah binatang. Tetapi kenyataannya, dalam Perjanjian Baru ada begitu
banyak ayat yang jelas menunjukkan bahwa orang Kristen diijinkan makan segala
sesuatu.
3. Ayat-ayat Perjanjian Baru mengijinkan makan
segala sesuatu.
Misalnya:
·
Mark 7:19 - “karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di
jamban?’ Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal”.
Catatan: tetapi bagian yang
saya garis bawahi itu tidak ada dalam banyak manuscripts, dan karena itu
diperdebatkan keasliannya. Dan terjemahannyapun tidak seragam.
Wycliffe Bible
Commentary: “Jesus, by his explanation in Mark 7:18-19, declared all food to be
‘clean.’ He set aside the Levitical distinction between the clean and unclean
(cf. Acts 10:14-15).” [= Yesus, dengan penjelasannya dalam
Mark 7:18-19, menyatakan semua makanan sebagai ‘bersih’ / ‘tahir’. Ia
mengesampingkan pembedaan Imamat antara ‘tahir’ dan ‘najis’ (bdk. Kis
10:14-15)].
Catatan: saya tidak setuju
kalau dikatakan bahwa pada saat itu Yesus sudah mengesampingkan ceremonial
law dalam kitab Imamat tersebut. Ceremonial law baru dihapuskan pada
saat Yesus mati di salib (Ef 2:15). Di sini Yesus hanya menekankan bahwa
sebetulnya makanan tak bisa menajiskan kita. Tuhan melarang banyak makanan
dalam kitab Imamat, karena ada maksud / makna tertentu dalam larangannya, bukan
karena makanan tersebut betul-betul bisa menajiskan kita.
Dalam tafsirannya
tentang Mat 15:17-18, Jamieson,
Fausset & Brown mengatakan:
“Familiar
though these sayings have now become, what freedom from bondage to outward
things do they proclaim, on the one hand, and on the other, how searching is
the truth which they express - that nothing which enters from without can
really defile us; and that only the evil that is in the heart, that is allowed
to stir there, to rise up in thought and affection, and to flow forth in
voluntary action, really defiles a man!”
(= Pepatah ini sekarang menjadi sangat dikenal, pada satu sisi kata-kata ini
menyatakan kebebasan dari belenggu kepada hal-hal lahiriah, dan pada sisi
yang lain, betapa menyeluruhnya kebenaran yang dinyatakan oleh kata-kata ini - bahwa
tidak ada apapun yang masuk dari luar bisa sungguh-sungguh menajiskan kita;
dan bahwa hanya kejahatan yang ada di dalam hati, yang diijinkan untuk
menghasut di sana, untuk bangkit dalam pikiran dan perasaan, dan mengalir
keluar dalam tindakan yang disengaja, sungguh-sungguh menajiskan seorang
manusia!).
·
Ro 14:14 - “Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang
najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa
sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis”.
Adam Clarke: “he now expresses
himself fully, and tells them that nothing is unclean of itself, and that he
has the inspiration and authority of Jesus Christ to say so” (= sekarang ia
menyatakan dirinya sendiri sepenuhnya, dan memberitahu mereka bahwa tidak ada
apapun yang najis dari dirinya sendiri, dan bahwa ia mempunyai ilham dan
otoritas dari Yesus Kristus untuk mengatakan demikian).
Wycliffe Bible
Commentary: “In verse 14 the apostle shows that he sides with the stronger Christian.
He knows that nothing is unclean of itself” (= Dalam ay 14 sang
rasul menunjukkan bahwa ia berpihak kepada orang Kristen yang kuat).
Catatan: istilah ‘orang Kristen yang
kuat’ berhubungan dengan Ro 14:2 - “Yang seorang yakin, bahwa ia boleh
makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan
sayur-sayuran saja”.
‘Orang yang lemah
imannya’ menganggap ia hanya boleh makan sayur dan tak boleh makan daging; jadi
pihak satunya, yaitu yang menganggap bahwa ia boleh makan segala makanan,
adalah ‘orang Kristen yang kuat’.
·
Ro 14:17 - “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal
kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus”.
Matthew Henry: “It is not meat and drink: it does not consist either in using or in
abstaining from such and such meats and drinks. Christianity gives no rule in
that case, either in one way or another” (= Itu bukanlah persoalan makanan dan minuman: itu tidak mencakup baik
dalam penggunaan atau dalam penolakan / pantang dari makanan dan minuman ini
atau itu. Kekristenan tidak memberikan peraturan dalam hal itu, dengan satu
cara atau yang lain).
Adam Clarke: “‘Is not meat and drink.’ It consists not in these outward and indifferent
things. It neither particularly enjoins nor particularly forbids such” [= ‘bukanlah soal makanan dan minuman’. Itu (Kerajaan Allah /
kekristenan) tidak terdiri dari hal-hal lahiriah dan
tidak penting ini. Itu (Kerajaan Allah / kekristenan) tidak memerintahkan ataupun melarang hal-hal itu].
Catatan: Bagaimana Clarke bisa
menulis secara tak konsisten begini? Bukankah dalam Kej 9:4 ia mengatakan bahwa
makan darah itu dilarang selama-lamanya?
A. T. Robertson:
“it is not found
in externals like food and drink, but in spiritual qualities and graces” (= itu
tidak didapatkan dalam hal-hal lahiriah seperti makanan dan minuman, tetapi
dalam kwalitet-kwalitet dan kasih karunia rohani).
·
1Kor 8:8-13 - “(8) ‘Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada
Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung
apa-apa, kalau kita makan.’ (9) Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini
jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. (10) Karena apabila orang
melihat engkau yang mempunyai ‘pengetahuan’, sedang duduk makan di dalam kuil
berhala, bukankah orang yang lemah hati nuraninya itu dikuatkan untuk makan
daging persembahan berhala? (11) Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu
saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena
‘pengetahuan’ mu. (12) Jika engkau secara demikian berdosa terhadap
saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada
hakekatnya berdosa terhadap Kristus. (13) Karena itu apabila makanan menjadi
batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan
daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku”.
·
1Kor 10:25-33 - “(25) Kamu boleh makan segala sesuatu yang dijual di
pasar daging, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati
nurani. (26) Karena: ‘bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan.’ (27) Kalau
kamu diundang makan oleh seorang yang tidak percaya, dan undangan itu kamu
terima, makanlah apa saja yang dihidangkan kepadamu, tanpa mengadakan
pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. (28) Tetapi kalau seorang
berkata kepadamu: ‘Itu persembahan berhala!’ janganlah engkau memakannya, oleh
karena dia yang mengatakan hal itu kepadamu dan karena keberatan-keberatan hati
nurani. (29) Yang aku maksudkan dengan keberatan-keberatan bukanlah
keberatan-keberatan hati nuranimu sendiri, tetapi keberatan-keberatan hati
nurani orang lain itu. Mungkin ada orang yang berkata: ‘Mengapa kebebasanku
harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain? (30) Kalau
aku mengucap syukur atas apa yang aku turut memakannya, mengapa orang berkata
jahat tentang aku karena makanan, yang atasnya aku mengucap syukur?’ (31) Aku
menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan
sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. (32)
Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang
Yunani, maupun Jemaat Allah. (33) Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan
hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk
kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat”.
·
Kol 2:16-23 - “(16) Karena itu janganlah kamu biarkan orang
menghukum kamu mengenai makanan dan
minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; (17)
semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya
ialah Kristus. (18) Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh
orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta
berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri
oleh pikirannya yang duniawi, (19) sedang ia tidak berpegang teguh kepada
Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh
urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya. (20) Apabila kamu
telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah
kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup
di dunia: (21) jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini;
(22) semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya
menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. (23) Peraturan-peraturan
ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti
merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup
duniawi”.
·
1Tim 4:1-5 - “(1) Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada
orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan
(2) oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka.
(3) Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang
diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang
percaya dan yang telah mengenal kebenaran. (4) Karena semua yang
diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima
dengan ucapan syukur, (5) sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan
oleh doa”.
4. Sekarang mari kita membahas ayat-ayat
Perjanjian Baru yang ‘melarang makan darah’, yaitu Kis 15:20,29 dan
Kis 21:25.
Betulkah ayat-ayat
dalam Kisah Rasul ini melarang orang Kristen makan darah? Mari kita mempelajari
text tersebut.
Kis 15:20,29 - “(20) tetapi kita
harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan
yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang
yang mati dicekik dan dari darah. ... (29) kamu harus menjauhkan diri dari
makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang
yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari
hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat.’”.
Kis 21:25 - “Tetapi mengenai
bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan
keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang
dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati
dicekik dan dari percabulan.’”.
Catatan: Kis 21:25
diambil dari Kis 15:20,29. Jadi kita cukup hanya membahas Kis 15:20,29nya
saja.
Latar belakang dari
text ini adalah pertentangan antara Paulus dan Barnabas di satu pihak dengan
orang-orang Yahudi Kristen di pihak lain.
Kis 15:1-2 - “(1) Beberapa orang
datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ:
‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu
tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras
melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus
dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul
dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.
Ini akhirnya
menyebabkan terjadinya sidang gereja Yerusalem. Dan dalam perundingan untuk
memutuskan siapa yang benar, Yakobus lalu memberikan pandangannya (yang
nantinya diterima sebagai keputusan sidang).
Kis 15:13-21 - “(13) Setelah Paulus
dan Barnabas selesai berbicara, berkatalah Yakobus: ‘Hai saudara-saudara,
dengarkanlah aku: (14) Simon telah menceriterakan, bahwa sejak semula Allah
menunjukkan rahmatNya kepada bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu
umat dari antara mereka bagi namaNya. (15) Hal itu sesuai dengan ucapan-ucapan
para nabi seperti yang tertulis: (16) Kemudian Aku akan kembali dan
membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan
Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan, (17) supaya semua orang lain mencari
Tuhan dan segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut milikKu demikianlah
firman Tuhan yang melakukan semuanya ini, (18) yang telah diketahui dari sejak
semula. (19) Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan
kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, (20) tetapi
kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari
makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging
binatang yang mati dicekik dan dari darah. (21) Sebab sejak zaman dahulu
hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang hukum itu
dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat."”.
Inti dari pandangan
Yakobus ini adalah:
a. Ia mendukung Petrus dengan ayat-ayat Kitab
Suci / Perjanjian Lama. Ay 15-18 ia kutip dari Amos 9:11-12 (tidak
dikutip persis / kata per kata), yang menubuatkan bahwa orang-orang non Yahudi
akan menjadi milik Tuhan.
b. Ay 19: ia beranggapan bahwa mereka tidak
boleh memberikan kesulitan kepada orang-orang non Yahudi yang menjadi orang
kristen (dengan mengharuskan sunat, dsb). Ini sejalan dengan kata-kata Petrus
dalam sidang yang sama, yaitu dalam Kis 15:10 - “Kalau demikian,
mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu
suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh
kita sendiri?”.
c. Ay 20-21: ia mengusulkan adanya larangan
terhadap 4 hal, yaitu makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala,
percabulan, daging binatang yang mati dicekik, dan darah. Satu hal yang harus
diperhatikan adalah: Itu bukan syarat keselamatan, tetapi hanya merupakan
‘perbuatan baik’ (ay 29b).
Bdk. Kis 15:29 - “kamu harus menjauhkan
diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging
binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri
dari hal-hal ini, kamu berbuat baik.
Sekianlah, selamat.’”.
Tetapi mengapa ia
memilih 4 hal ini?
·
percabulan: ini sesuatu yang umum bagi orang non Yahudi karena sering
berhubungan dengan agama kafir sehingga dianggap tidak dosa. Karena itu, hal
ini membutuhkan penyorotan khusus.
·
larangan untuk makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala, binatang
yang mati lemas / dicekik, dan darah. Mengapa ini dilarang? Alasannya ada dalam
Kis 15:21 - “Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan
sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah
ibadat.’”.
Pemberitaan dan
pembacaan secara terus menerus dari hukum Taurat, yang jelas mencakup larangan
makan darah dsb ini, menyebabkan orang-orang Yahudi jijik dengan perbuatan itu
(makan darah, dsb). Orang-orang Yahudi Kristen membutuhkan suatu proses untuk
bisa mengerti dan menerima bahwa ceremonial law sudah dihapuskan. Sebelum hal
ini bisa terjadi, mereka tetap akan jijik terhadap orang-orang yang makan
hal-hal tersebut. Supaya ada hubungan yang baik antara Yahudi dan non Yahudi,
maka orang non Yahudi sebaiknya tidak makan apa yang menjijikkan bagi orang
Yahudi. Jadi jelas bahwa larangan ini hanya berlaku untuk sikon itu saja, dan
tidak berlaku untuk kita di sini pada jaman ini.
Ini merupakan
penerapan dari kata-kata Paulus dalam 1Kor 9:19-23 - “(19) Sungguhpun aku
bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang,
supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. (20) Demikianlah bagi
orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan
orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku
menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku
sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka
yang hidup di bawah hukum Taurat. (21) Bagi orang-orang yang tidak hidup di
bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di
bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah
hukum Taurat. (22) Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang
lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku
telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa
orang dari antara mereka. (23) Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil,
supaya aku mendapat bagian dalamnya”.
Wycliffe Bible
Commentary: “This decree was issued to the Gentile churches not as a means of salvation
but as a basis for fellowship, in the spirit of Paul’s exhortation that those
who were strong in faith should be willing to restrict their liberty in such
matters rather than offend the weaker brother (Rom 14:1-23; 1 Cor 8:1-13).” [= Ketetapan ini
dikeluarkan / diberikan kepada gereja-gereja non Yahudi bukan sebagai jalan
keselamatan, tetapi sebagai dasar dari persekutuan, dalam roh / arti /
inti dari nasehat Paulus bahwa mereka yang kuat dalam iman harus mau membatasi
kebebasan mereka dalam hal-hal ini dari pada menyandungi / menyakiti hati
saudara yang lebih lemah (Ro 14:1-23; 1Kor 8:1-13)].
Satu hal yang perlu
ditambahkan adalah: Kalau berdasarkan ayat-ayat dalam Kisah Rasul ini ditarik
kesimpulan bahwa makan darah terus dilarang sampai sekarang, maka
konsekwensinya adalah bahwa makan daging yang dipersembahkan kepada berhala
juga harus dilarang pada jaman ini. Tetapi ini jelas tidak benar, karena dalam
1Kor 8 dan 1Kor 10 terlihat bahwa makan daging yang dipersembahkan
kepada berhala sebetulnya tidak apa-apa (lihat ayat-ayat tersebut yang sudah
dikutip di atas). Kalau dalam sikon tertentu kita dilarang makan, itu bukan
karena dagingnya sendiri, tetapi supaya tidak menjatuhkan orang lain ke dalam
dosa (Pulpit Commentary, hal 140).
Saya sendiri mempunyai
pandangan bahwa pada jaman sekarang larangan makan darah itu sudah tidak
berlaku. Tetapi kalau ada orang yang berpendapat bahwa ia tidak boleh makan
darah, maka memang sebaiknya ia tidak makan.
Bdk.
Ro 14:14,22,23 - “(14) Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang
najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu
adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. ... (22) Berpeganglah
pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah.
Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. (23) Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau
ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan
segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa”.
-AMIN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar