Pendahuluan
Manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang
lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini
diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan.
MPMBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu
tata kelola berbasis sekolah (school-based
governance), manajemen mandiri sekolah (school
self-management), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah.
Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang
sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni
sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen
sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management.”
MPMBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya
manusia (SDM) yang memiliki kemampuan,
integritas dan kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah guru,
di mana guru merupakan faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan
karena sebagai pengelola dan penentu terjadinya proses belajar bagi siswa.
Sebelum lebih lanjut masuk dalam pembahasan mengenai
MPMBS, berikut akan dipaparkan Hakekat Managemen.
1. Hakekat Managemen
Definisi Manajemen
Istilah management berasal dari kata latin yaitu
“manus” yang artinya “to control by hand”
atau “gain result.” Kata manajemen
juga berasal dari bahasa Italia maneggiare
yang berarti “mengendalikan.” Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa
Perancis manège yang berarti
“kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni
mengendalikan kuda), istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia.
Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni
melaksanakan dan mengatur.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nanajemen adalah [n] (1) orang yg
mengatur pekerjaan atau kerja sama di antara berbagai kelompok atau sejumlah
orang untuk mencapai sasaran; (2) orang yg berwenang dan bertanggung jawab
membuat rencana, mengatur, memimpin, dan mengendalikan pelaksanaannya untuk
mencapai sasaran tertentu.
Pengertian managemen lainnya menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut:
1.
Mary Parker Follet, manajemen
adalah sebagai seni menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer
bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
2.
James A.F.
Stoner berpendapat manajemen dapat diartikan sebagai
proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan upaya
(usaha-usaha) anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
3.
Ricky W. Griffin, Manajemen Adalah
sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara
efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir,
dan sesuai dengan jadwal.
4.
Drs. Oey Liang Lee, Manajemen adalah
seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan
pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
5.
Prof. Eiji Ogawa, Manajemen adalah
Perencanaan, Pengimplementasian dan Pengendalian kegiatan-kegiatan termasuk
system pembuatan barang yang dilakukan oleh organisasi usaha dengan terlebih
dahulu telah menetapkan sasaran-sasaran untuk kerja yang dapat disempurnakan
sesuai dengan kondisi lingkungan yang berubah.
6. Drs. H. Malayu S. P. Hasibuan,
Pengertian dan Pentingnya manajemen Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Menurutnya, ada dasarnya manajemen
itu penting, sebab: Pekerjaan itu berat dan tidak dapat dikerjakan sendiri,
sehingga diperlukan pembagian tugas, kerja dan tanggungjawab dalam
penyelesaiannya
Dari beberapa definisi menurut asal kata dan
definisi dari pendapat ahli, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai apa yang
dimaksud dengan managemen. Manajemen dapat didefinisikan sebagai “proses
perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan
untuk optimasi penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam
mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.” Manajemen adalah suatu
proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang
dan sumber daya organisasi lainnya.
Manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan dalam mengelola sumber daya yang berupa man, money, materials, method, machines,
market, minute dan information
untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien.
Definisi Pendidikan
Dalam UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan prtensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, aklak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara
Menurut M.J. Langeveld, Pendidikan adalah merupakan
upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugastugas hidupnya,
agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan
adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Tujuan Pendidikan menurut prof dr langeveld,
Pendewasaan diri, dengan ciri-cirinya yaitu : kematangan berpikir, kematangan
emosional, memiliki harga diri, sikap dan tingkah laku yang dapat diteladani
serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap mandiri, yaitu dapat
ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan selalu berusaha
mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.
Pengertian pendidikan menurut Stella van Petten
Henderson, Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan
insani dengan warisan sosial. Pendidikan adalah pembentukan hati nurani.
Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai
denga hati nurani.
Pengertian pendidikan menurut John Dewey, Education is all one with growing; it has no
end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan
pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).
Pengertian pendidikan menurut H.H Horne, Dalam
pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial
melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan
ideal-idealnya.
Carter V. Good Pendidikan adalah proses perkembangan
kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam
masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu
lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai
kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
Pengertian pendidikan menurut Thedore Brameld,
Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan
kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru
mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah
suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah
saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat
tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan
ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang
senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar
sekolah).
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang
berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk
mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat
dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri
memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Tujuan Pendidikan dalam (UU Sisdiknas Pasal 3)
menyatakan bahwa Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Definisi Manajemen Pendidikan
Dilihat dari pengertian manajemen dan pengertian
pendidikan di atas, maka dapat mendefinisikan Manajemen Pendidikan sebagai
suatu Proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dalam
mengelola sumber daya yang berupa man,
money, materials, method, machines, market, minute dan information untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien dalam
bidang pendidikan.
Berikut di bawah ini adalah pengertian managemen
pendidikan meurut beberapa ahli pendidikan:
1.
Manajemen Pendidikan menurut Biro Perencanaan
Depdikbud, (1993:4).
Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin,
mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat
dan kebangsaan.
2.
Manajemen Pendidikan menurut Soebagio Atmodiwirio. Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagi
proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga
pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
3.
Manajemen
Pendidikan menurut Engkoswara. Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi
manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.
4.
Manajemen Pendidikan menurut Sutisna, Manajemen pendidikan adalah keseluruhan (proses)
yang membuat sumber-sumber personil dan materiil sesuai yang tersedia dan
efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama. Ia mengerjakan fungsi-fungsinya
dengan jalan mempengaruhi perbuatan orang-orang. Proses ini meliputi
perencanaan, organisasi, koordinasi, pengawasan, penyelenggaraan dan pelayanan
dari segala sessuatu mengenai urusan sekolah yang langsung berhubungan dengan
pendidikan seklah seperti kurikulum, guru, murid, metode-metode, alat-alat
pelajaran, dan bimbingan. Juga soal-soal tentang tanah dan bangunan sekolah,
perlengkapan, pembekalan, dan pembiayaan yang diperlukan penyelenggaraan
pendidikan termasuk didalamnya.
5.
Manajemen Pendidikan menurut Made Pidarta. Manajemen Pendidikan diartikan sebagai aktivitas
memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
6.
Manajemen Pendidikan menurut Hadari Nawawi, Manajemen pendidikan, adalah rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai
tujuan pendidikan, secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di
lingkungan tertentu, terutama lembaga pendidikan formal.
7.
Manajemen Pendidikan menurut W. Haris mendefinisikan Manajemen pendidikan sebagai suatu
proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber personalia dan
material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif pengembangan kualitas
manusia.
8.
Manajemen Pendidikan menurut Purwanto dan
Djojopranoto (1981:14) :
Manajemen pendidikan merupakan suatu usaha bersama yang dilakukan untuk
mendayagunakan semua sumber daya baik manusia, uang, bahan dan peralatan serta
metode untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
9.
Manajemen Pendidikan menurut Stephen J. Knezeich, Manajemen pendidikan merupakan sekumpulan
fungsi-fungsi organisasi yang memiliki tujuan utama untuk menjamin efisiensi
dan efektivitas pelayanan pendidikan, sebagaimana pelaksanaan kebijakan melalui
perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku kepemimpinan, penyiapan alokasi
sumber daya, stimulus dan koordinasi personil, dan iklim organisasi yang
kondusif, serta menentukan perubahan esensial fasilitas untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik dan masyarakat di masa depan.
10. Manajemen Pendidikan menurut
Daryanto, Manajemen
pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang-orang, dalam rangka usaha
mencapai tujuan pendidikan yang efektif.
11. Manajemen Pendidikan menurut Dasuqi dan Somantri
(1992:10) mengemukakan Manajemen pendidikan adalah upaya menerapkan
kaidah-kaidah Manajemen dalam bidang pendidikan.
12. Manajemen Pendidikan menurut
Sagala ,Manajemen
pendidikan adalah penerapan ilmu Manajemen dalam dunia pendidikan atau sebagai
penerapan Manajemen dalam pembinaan, pengembangan, dan pengendalian usaha dan
praktek-praktek pendidikan. Manajemen pendidikan adalah aplikasi prinsip,
konsep dan teori manajemen dalam aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
13. Manajemen Pendidikan menurut
Gaffar, manajemen
pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematis,
sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
14. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah,
maupun tujuan jangka panjang.
15. Manajemen Pendidikan menurut
Menurut H. A. R. Tilaar
(2001:4) manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan yang mengimplementasikan
perencanaan atau rencana pendidikan.
MPMBS
Pengertian
dan Sejarah
MPMBS
adalah kepanjangan dari managemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model
pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau
madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar
pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,
Provinsi, Kabupaten dan Kota. Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu
manajemen sekolah yang disebut juga dengan otonomi sekolah (school autonomy)
atau site-based management. Pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada
sekolah tersebut, atau sekolah diberikan kewenangan besar untuk mengelola
sekolahnya sendiri dengan menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Pada prinsipnya
MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan
internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara
keseluruhan.
Istilah
MPMBS ini pertama kali muncul di Amerika Serikat dengan istilah school based management atau managemen
berbasis sekolah ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi
pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.
Beberapa Negara juga telah menerapkan
Manajemen Berbasis Sekolah, misalnya seperti di negara-negara berikut ini:
1.
Amerika Serikat, MBS disebut Side-Bised Management (SBM), yang menekankan partisipasi dari
berbagai pihak.
2.
Kanada, MBS disebut School-Site
Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat
sekolah.
3.
Hongkong, MBS disebut The
School Management Intiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif.
4.
Inggris yang disebut Grant
Mainted School (GMS) atau manajemen dana swakelola pada tingkat
lokal.
5.
Indonesia juga telah memperkenalkan manajemen berbasis
sekolah sejak tahun 1997/1998. Model MBS di Indonesia juga bisa disebut dengan
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), yang mulai diterapkan
sejak tahun 1998.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan
pada peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi direncanakan, diorganisasikan,
dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan semua stakeholder sekolah.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) juga
dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, esensi
MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipasif untuk
mencapai sasaran mutu sekolah.
Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan sebagai
keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah bersama
semua pihak yang terkait atau berkepentingan dengan mutu pendidikan.
Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis
Sekolah.
Dasar atau landasan MPMBS
antara lain:
1. Landasan
Filosofis
Landasan filosofis
MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi
pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan
kebiasaan hidup warganya. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses
mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan
menurut praktisnya merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat
dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut, dilandasi oleh peran secara
profesional. Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan pendidikan
anaknya, maka orang tua mempercayakan kepada sekolah baik yang diselenggarakan
oleh masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.
Konsekuensinya orang tua
wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai dengan batas kemampuan dan kesepakatan.
Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan pendidikan hanya bisa dicapai
apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya,
untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya
pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas
keadilan dan kemanusiaan.
Landasan munculnya MBS yang berasal dari
kehidupan masyarakat (dalam modul UT) diantaranya:
a.
Pendidikan nilai yang ada dalam kehidupan
masyarakat yaitu nilai–nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai
sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada
pendidikan agama.
b. Kesepakatan-kesepakatan
yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.
Maksudnya adalah kesepakatan atas pranata sosial
yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain segala bentuk perubahan harus
melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai
harapan. Tuntutan penerapan MBS semakin nyata seiring dengan perubahan
karakteristik masyarakat. Perubahan dalam bidang sosial, ekonomi, hukum,
pertahanan, keamanan, secara nasional, regional, maupun global, mendorong
adanya perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki siswa.
Artinya telah terjadi perubahan kebutuhan siswa sebagai bekal untuk terjun ke
masyarakat luas dimasa mendatang dibandingkan dengan masa lalu. Oleh karena
itu, pelayanan terhadap siswa, program pengajaran, dan jasa yang diberikan
kepada siswa juga seharusnya sesuai dengan tuntutan baru tersebut. Secara umum
perubahan lingkungan menuntut adanya pola kebiasaan dan tingkah laku baru oleh
semua pihak. Untuk menyesuaikan keadaan tersebut dibutuhkan adanya reformasi
dalam pendidikan, salah satunya dengan MBS.
2. Dasar atau Landasan Yuridis/Hukum
Dasar Hukum Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) yaitu:
a.
Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN),
pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan
teknologi.
b.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) Tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan
bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang
berbasis pada sekolah dan masyarakat (school/
community based management)”.
c.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
d.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya yang terkait dengan MBS adalah
Bab XIV, Pasal 51, Ayat (1), ”pengelolaan satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah.”
e.
Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya
tentang manajemen berbasis sekolah.
f. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (khususnya yang
terkait dengan MBS adalah Bab II, Pasal 3); “Badan hukum pendidikan bertujuan
memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/
madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada
jenjang pendidikan tinggi”.
g.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa
secara langsung atau tidak, daerah dan sekolah memiliki kewenangan untuk
menyelenggarakan pendidikan secara otonomi dan bertanggung jawab.
Tujuan pokok
memperlajari manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah untuk memperoleh
cara, tehnik, metode yang sebaik-baiknya dilakukan, sehingga sumber-sumber yang
sangat terbatas seperti tenaga, dana, fasilitas, material maupun sepiritual
guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Menurut Shrode
dan Voich tujuan utama manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah
produktifitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak
atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit
yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja pembangunan daerah/nasional, tanggung
jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian
terhadap situasi dan kondisi.
Secara rinci tujuan manajemen
peningkatan Mutu pendidikan antara lain:
a. Terwujudnya
suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan (PAIKEM)
b. Terciptanya
peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
c. Tercapainya
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
d. Terbekalinya
tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi
pendidikan.
e. Teratasinya
masalah mutu pendidikan.
Pada dasarnya MPMBS bertujuan untuk memandirikan
atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada
sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara
partisipatif. Lebih rincinya, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
(MPMBS) bertujuan untuk:
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola
dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama (partisipatif).
c) Meningkatkan tanggungjawab sekolah
kepada orangtua, masyarakat, dan
pemerintah tentang
mutu sekolahnya.
d) Meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Konsep Dasar MBS
1.
Pengertian
Manajemen
berbasis sekolah atau School Based Management merupakan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri
oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah yang dilakukan secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah.
2.
Konsep dasar Manajemen Berbasis
Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian dan demokratis.
a. Otonomi
Merupakan kewenangan sekolah dalam
mengatur dan mengurus kepentingan sekolah
dalam mencapai tujuan sekolah untuk menciptakan mutu pendidikan yang baik.
b. Kemandirian
Merupakan langkah dalam pengambilan keputusan. Dalam mengelola sumber daya
yang ada, mengambil kebijakan, memilih strategi dan metode dalam memecahkan
persoalan tidak tergantung pada birokrasi yang sentralistik sehingga mampu
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dapat memanfaatkan peluang-peluang
yang ada.
c. Demokratif
Merupakan keseluruhan
elemen-elemen sekolah yang dilibatkan dalam menetapkan, menyusun, melaksanakan
dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah demi terciptanya
mutu pendidikan yang akan memungkinkan tercapainya pengambilan kebijakan yang mendapat
dukungan dari seluruh elemen-elemen sekolah.
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam memahami Konsep
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) diantaranya adalah:
a. Pengkajian Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) terutama yang menyangkut kekuatan desentralisasi,
kekuasaan atau kewenangan di tingkat sekolah, dalam system keputusan harus
dikaitkan dengan program dan kemampuan dalam peningkatan kinerja sekolah.
b. Penelitian tentang program
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berkenaan dengan desentralisasi kekuasaan dan
program peningkatan partisipasi (local
stake holders). Pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dalam
kaitannya dengan pemberdayaan sekolah, perlu dibangun dengan efektifitas
programnya.
c. Strategi Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) harus lebih menekankan kepada elemen manajemen partisipatif.
Kemampuan, informasi dan imbalan yang memadai merupakan elemen-elemen yang
sangat menentukan efektifitas program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam
meningkatkan kinerja sekolah.
3. Esensi Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)
Esensi dari MBS adalah otonomi dan
pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi
dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam
mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan
sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan
dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu
kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan
berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya,
kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan
cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan
adaftif dan antisipatif, kemampuan bersinergi danm berkaborasi, dan kemampuan
memenuhi kebutuhan sendiri.
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil
keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana
warga sekolah (guru, karyawan, siswa,orang tua, tokoh masyarakat) dkjorong
untuk terlibatsecara langsung dalam proses pengambilankeputusan yang akan dapat
berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.
Pengambilan keputusan partisipasi berangkat dari asumsi bahwa jika
seseorang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, sehingga yang
bersangkutan akan merasa memiliki keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan
akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan
sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa
memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan
makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula dedikasinya.
Dengan pola MBS, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar
dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya
meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan
mutu, pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan
mutu. Di samping itu, sekolah juga mmiliki kemandirian dalam menggali
partisipasi kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Di sinilah letak ciri
khas MBS.
Sekolah yang mandiri atau berdaya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Tingkat
kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah
2) Bersifat
adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi
(ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya)
3) Bertanggungjawab
terhadap kinerja sekolah
4) Memiliki
kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya
5) Memiliki
control yang kuat terhadap kondisi kerja
6) Komitmen
yang tinggi pada dirinya dan
7) Prestasi
merupakan acuan bagi penilaiannya.
Secara umum, paparan di atas telah
memberikan gambaran tentang konsep dan dasar sekolah berbasis otonomi sekolah.
Selanjutnya adalah upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk melakukan
upaya peningkatan mutu sekolah. Sekolah yang telah diberi
kewenangan penuh untuk memformulasikan ukuran keberhasilan dan kualitas
pendidikannya pun akhirnya memiliki ketergantungan penuh terhadap budaya
organisasi yang dipimpin oleh kepala sekolah dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan terhadap sekolah. Secara alamiah proses hidup mati organisasi
selalu tergantung kepada kemampuan organisasi memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholdernya.
Pemenuhan
terhadap kebutuhan stakeholder menjadi langkah yang wajib ditempuh untuk
meningkatkan kualitas pendidikan sekolah. Proses selanjutnya adalah upaya untuk
memformulasikan visi,misi, dan tujuan sekolah. Setelah formulasi visi,misi, dan
tujuan pun tercapai kemudian dilakukan perencanaan strategis untuk mencapai
visi, misi dan tujuan tersebut.
Perencanaan
strategis itu pun dituangkan ke dalam rencana program-program dan rencana
kegiatan. Setelah proses tersebut selesai dilaksakan proses selanjutnya adalah
mengkalkulasi kebutuhan finansial untuk membiayai semua program sekolah
tersebut. Setelah proses tersebut di atas, kemudian memetakan letak demografis
sekolah dan stakeholder potensial yang mungkin didapatkan sekolah. Hal
itu diperlukan untuk mendukung proses pemenuhan kebutuhan finansial dan
dukungan moral secara penuh dari para stakeholder pada program-program
sekolah.
2.
Prinsip-Prinsip Manajemen MBS
Sebagaimana
telah ditulis sebelumnya, MPMBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen
yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan
fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya
sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka
pendidikan nasional. Karena itu, esensi
MPMBS= otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Ketiga esenti tersebut menjadi prinsip MBS.
1. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu
kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak
tergantung. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama
kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus
menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah
(sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”, misalnya
swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah
adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian
yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil
keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat,
kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang
terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan
persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan
bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
2. Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang
diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan
sumberdaya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan
keluwesan-keluwesan yang lebih besar diberikan kepada sekolah, maka sekolah
akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk
mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini,
sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan
yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap
dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada.
3. Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang
tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb.) didorong untuk terlibat
secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan
keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika
seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka
yang bersangkutan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga
yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk
mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin
besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula
rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya.
Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan
sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya
dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat
dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama
yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud
adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah
adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan
mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga
sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran
bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork
yang kuat dan cerdas. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah
kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan
pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah
kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai
perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)
lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu,
menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan
melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas
pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari
kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga
hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses
pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas
Pendidikan Propinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung
dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Contoh tentang
hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah: pemberian
kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan masalah
sekolah secara “teamwork”, variasi
tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerjanya sendiri,
tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui
bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan,
komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan
warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat
tertinggi.
MBS, yang
ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan
efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu
dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru
dan kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih
berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Dalam MBS, tanggung jawab pengambilan
keputusan tertentu seperti anggaran, personel, dan kurikulum lebih banyak
diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat pusat, provinsi, atau
bahkan juga kabupaten/kota. Dengan pemberlakuan MBS diharapakan setidaknya
dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:
1. Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola
sekolahnya menjadi lebih baik.
2. Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian
masyarakat untuk ikut bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan
sekolah.
3. Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau
madrasah tersebut menjadi tanggung jawab sekolah dan masyarakat.
Teori yang digunakan MBS untuk mengelola
sekolah didasarkan pada empat prinsip, yaitu prinsip ekuifinalitas, prinsip
desentralisasi, prinsip sistem pengelolaan mandiri, dan prinsip inisiatif
sumber daya manusia.
1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang
berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu
tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga
sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya pekerjaan sekolah
saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang
lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya,
sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota,
provinsi, apalagi Negara.
Pendidikan
sebagai entitas yang terbuka terhadap berbagai pengaruh eksternal. Ole karena
itu, tak menutup kemungkinan bila sekolah akan mendapatkan berabgai masalah
sepertihalnya institusi umum lainya. Pada zaman yang lingkungannmya semakin
kompleks ini maka sekolah akan semakin emndapatkan tantangan permasalahan.
Sekolah arus mampu memecahkan berbagai permasalahan
yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara
penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.
2. Prinsip Desentralisasi (Principle of
Decentralization)
Desentralisasi
adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip
desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinaltias. Prinsip
desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan
aktivitas pengajaran tak dapat dieleakkan dari kesultian dan permasalhaan.
Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan
desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Prinsip
ekuifinalitas yang dikemukakan sebelum mendorong adanya desentralisasi
kekuasaan dengan mempersilahkan sekola memiliki ruang yang lebih luas untuk
bergerak, berkembang,d an bekerja menurut strategi-strategi unik mereka untuk
menjalani dan mengelola sekolahnya secara efektif.
Oleh karena itu,
sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan memecahkan
masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan
kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan
masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu, MBS harus mampu menemukan
masala, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar
terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya
desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat
memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisien.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri
MBS tidak
mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu
kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang
berbeda-beda untuk mencapainya. MBS menaydari pentingnya untuk mempersilahkan
sekolah menjadi system pengelolaan secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri.
Sekolah memiliki otonomi tertentu untuk mengembangkan tujuan pengajaran
strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya,
memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka
masing-masing. Karena sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih
memiliki inisiatif dan tanggung jawab.
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu
prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadai
permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat
menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan weewnang dari birokrasi
di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah
itulah maka sekolah dapat melakukan system pengelolaan mandiri.
4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human
Initiative)
Perspektif sumber
daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam
organisasi sehingga poin utama manajeman adalah mengembangkan sumber daya
manusia di adalam sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka
MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar
dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu,
peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber
daya manusianya.
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber
daya yang statis, emlainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya
manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudina dikembangkan. Sekolah dan
lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istlah staffing
yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lemabga
pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development yang
memiliki konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan memiliki potensi
untuk terus dikembangkan.
3
Manajemen
Berbasis Sekolah
Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up
planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan
mutu secara berkelanjutan
Dalam
mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
1.
Kekuasaan;
2. Pengetahuan;
3. Sistem informasi; dan
4. Sistem penghargaan.
Kekuasaan Kepala
sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan
dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan
sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan
dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif
apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan
orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS
dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori
MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi
dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang
lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu
dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
1. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua
siswa.
2. Membentuk
tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya
3. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan
Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha
secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem
pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop
guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses
belajar mengajar.
Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh
staf adalah:
1. Pengetahuan
untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. Memahami dan
dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
quality assurance, quality control, self assessment, school review,
bencmarking, SWOT,dll)
Sistem Informasi
Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan
program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta
masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah.
Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi.
Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan
monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting
untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan
Prestasi siswa.
Sistem
Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan
untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem
penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru,
karyawan dan siswa.
4. Proses
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
Banyak
manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun pihak
sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam
melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis
sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses
pelaporan dan umpan baliknya.
Dengan
kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip
demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program
ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite
sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap
tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak
saling memberikan kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
Adapun proses penerapan MBS dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah
sbb :
·
Memberdayakan
komite sekolah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
·
Unsur
pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas
Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan
MI, MTs dan MA, SMTK), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam
mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan
pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan.
·
Memberdayakan
tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas
bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat
kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah,
pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat.
·
Mengadakan
pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur
komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran
·
Melakukan
supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan
kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah
yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang
diperlukan.
·
Mengelola
kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan
mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan,
dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus
melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim bentukan sebagai pelaksana
kegiatan tersebut.
Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis
Sekolah
1.
Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
MBS akan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional
kepala sekolah atau madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah
secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang
kondusif untuk proses belajar mengajar.
2. Kondisi sosial, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap
pendidikan
Faktor eksternala yang akan turut
menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orangtua siswa
dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi
dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas
implementasi MBS terutama bagi sekolah atau madrasah yang kemampuan orangtua/
masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap
penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan
dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.
4. Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya
menentukan mutu dan kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa profesionalisme kepala
sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang
bermutu tinggi serta prestasi siswa.
Kesimpulan
Manajemen
berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah
untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat
juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah
untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan.
Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak
otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan
dilaksanakannya MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan
Pemerataan Pendidikan.
Dengan adanya MBS
diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan
siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa
keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah
langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat
dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara
efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan
pelaksanaan pendidikan.
Stephen J. Knezeich, Business Management of Local
School Systems, ( , 1960).
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi
dan Implementasi), (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), 19.